Selasa, 01 September 2015

dunia yang dilompati

dari hotel ke hotel, kota ke kota, bandara ke bandara. aku ditugaskan, diperintah, dikirim, untuk belajar.

Jumat, 29 Mei 2015

Soetta-Narita

Kami terbang dari Soetta Tangerang pukul 21.55 WIB. Sampai di Narita Tokyo pukul 07.00 pagi. Sebenarnya terbangnya cuma 7 jam 30 menit, karena waktu di Jepang lebih cepat 2 jam dari WIB. Kami naik Japan Airlines (JAL). Fasilitas dan pelayanannya baik sekali. Teknik membawa pesawatnya juga bagus. Tidak terasa goncangan baik saat take off, fly maupun landing. Getarannya normal. Suara mesin pesawat juga tidak begitu bising. Selama di pesawat saya nonton film. Bedanya dengan Garuda atau Batik adalah, TV nya sangat lancar. Loadingnya cepat. Sensor layar sentuhnya juga tinggi. Film yang disediakan juga baru-baru. Jika GIA dan BA banyak iklan dan baru bisa nonton setelah fly, kalo JAL sudah bisa nonton sejak baru duduk di pesawat sampai mau turun. Tak banyak pengumuman dari kokpit. //// ketika masuk bandara, saya kaget karena bandara sebesar Narita di kota Tokyo ini sepi. Mungkin karena weekend. Bandaranya besar sekali. Bersih dan rapi. Tersedia banyak jalan jika kita ingin transit atau klaim bagasi. Nanti semua akan bertemu di titik yang sama, sehingga tidak ada yang tersesat walau pilih beda jalan. Saya misalnya mau ke G 63, pilih jalan yang di lantai sama, sedang yang lain pilih ke G 63 langsung naik tangga, maka nanti akhirnya akan bertemu di G 63 juga. Bagian pemeriksaan tas kabin juga banyak, sehingga tidak ada antri. Pemeriksaannya cukup ketat yaitu dengan melepas tas, jaket, ikat pinggang, jam tangan dan sepatu. /// orang Jepang memang disiplin dan rajin. Semua alat berfungsi baik. Kereta dorong (troley) misalnya, sangat enak dan lancar. Tidak seperti di Jakarta yang jalannya ngadat dan berat. Escalator flat misalnya, juga lancar dan halus bunyinya serta sensornya tinggi. /// Tempat sampah dibedakan berdasarkan jenis sampah. Ketika saya cek ternyata isinya memang benar sesuai gambar: gambar botol isi botol, gambar kertas isi kertas dst. Tidak seperti di Indonesia yang walau hanya dua kategori (organik anorganik) susah sekali nerapkannya). Padahal di jepang ada 4 kategori: kertas, botol, kaleng, selainnya. /// Lampu di ruang tunggu bandara narita otomatis. Ketika cuaca di luar sedang cerah, tak ada lampu yang menyala. Tapi ketika mendung sedikit, lampu menyala, terutama di tempat dimana kursi penumpang berada.

Senin, 06 April 2015

HIKMAH PATUH PADA YANG SEPUH

Mimpi awalnya adalah berkarir di Jakarta, baik sebagai aktivis LSM/Ormas, staf ahli DPR, atau pengurus partai. Pada akhirnya ia ikut nasihat kakaknya untuk kembali ke Jawa Timur, menjaga rumah keluarga dan menemani saudara lainnya. Empat tahun ia sabar dalam ikhtiar menanti skenario Allah untuknya. Tahun 2014 lalu teman saya ini terpilih sebagai komisioner KPU kota kelahirannya. /// Di keluarga ia bungsu, dan sangat ta'dzim pada yang tua. Sempat ia menggerutu atas nasihat kakaknya karena ia sudah daftar S2 di Jakarta, namun ia percaya bahwa "Ridhallah fi ridhal-walidayni". Ayah ibunya sudah tak ada, sehingga baginya orangtua adalah kakak tertua. Padanya saya lihat keajaiban kepatuhan pada nasihat orangtua. //// Menjadi anggota KPU menurut saya terbaik baginya. Ia bisa optimalkan bakatnya berkomunikasi, koordinasi, konsolidasi dan sosialisasi, baik pada parpol, kandidat, atau KPU. Selama bertugas, ia hanya akan sibuk pada sebagian kecil waktu. Jadi ia cukup bebas untuk silaturahmi pada kawan, keluarga atau mitra di forum-forum ngopi. //// Saya tak bisa membayangkan andai ia berbisnis, jadi dosen, politisi, atau advokat, walau untuk dua profesi terkahir ia juga sangat mumpuni. Pada akhirnya saya percaya bahwa setiap orang tidak harus mengejar mimpinya sendiri. Ia kadang harus mengarifi dan (bahkan) kompromi terhadap mimpi keluarga. Seperti KH. Salahuddin Wahid (Gus Solah) pulang ke Jombang untuk mengurus PP Tebuireng atas permintaan pamannya, KH. Yusuf Hasyim. //// Pamekasan, 28 Februari 2015

Cerita Mengurus Visa

Jika anda mau ke Amerika, maka susah mudahnya ngurus visa tergantung tujuan anda kesana (jenis visa). Jika anda ingin wisata saja, maka mungkin akan susah wawancaranya. Namun jika anda diundang oleh lembaga tertentu, misalnya untuk belajar atau training, maka akan lebih mudah dengan syarat anda bisa menunjukkan dokumen-dokumen yang telah disyaratkan. Dalam kasus visa J-1, anda akan diminta DS-2019 dan bukti pembayaran sevis fee. Wawancaranya tidak panjang, hanya ditanya seputar program yang didatangi, berapa lama, siapa yang ngundang, dsb. Untuk cerita lebih panjang, akan saya tulis lain waktu. Sementara kabar baik ngurus visa belajar (J-1) segitu dulu. Saya sendiri belum ke Amerika. Baru mendapat visanya. InsyaAllah dua bulan lagi saya ke sana. Mohon doanya semoga jadi :)

Rabu, 18 Maret 2015

HANZ

“Kakak, Sbgai info tdi siang sy uda selsai pendadaran. Puji Tuhan kk sy uda dinyatakan lulus cuma nilainya nnti dikasih”. SMS tersebut saya terima kemarin petang dalam perjalanan dari Surabaya menuju Pamekasan. Saya membalas dengan ucapan selamat-sukses-bahagia. Lalu saya pejamkan mata dan tujukan pikiran pada satu sosok yang saya kenal 5 tahun silam. //

Hans Yeheskel Malak namanya, dari Sorong, Papua Barat. Ia mendaftar di Magister Ekonomika Pembangunan (MEP) Universitas Gadjah Mada (UGM) Januari 2010 (angkatan 42). Karena satu dua hal ia tidak lulus matrikulasi dan harus mengulang pada trimester berikutnya bersama mahasiswa baru angkatan 43, angkatan saya. Sejak April 2010 itulah saya kenal akrab dengannya. //

Ia lalu lulus matrikulasi dan mengambil konsentrasi Pembangunan Daerah (PD) bersama saya dan 10 kawan lain. Hanz, demikia ia menulis namanya, sering belajar bersama dan satu kelompok bersama saya di beberapa matakuliah. Ia rajin hadir, bertanya dan menyumbang pikiran. Pada beberapa hal yang tak dipahaminya, tak sungkan ia meminta kami mengulang dan membriefing lebih intensif. //

Sebagian besar angkatan 43 lulus tahun 2012-2013, dan Hanz baru lulus tahun ini. Sebuah perjuangan panjang baginya yang punya banyak aktivitas tambahan. Saat saya lulus, sebenarnya Hanz tinggal 4-5 matakuliah, namun karena sibuk, ia jarang fokus. Nilainya jatuh utamanya karena persoalan absensi. //

Di luar kampus Hanz jago dalam banyak hal, mulai futsal, nyanyi, ngopi atau “stand-up comedy”. Ia hafal banyak Mop Papua, dan kami tertawa oleh gayanya bercerita. Setiapkali jalan-jalan ia yang pertama kali mendaftar. Ia sering membanggakan ziarahnya ke tiga makam mendiang presiden RI. Konon ketika baru tiba di Yogyakarta ia segera ke Candi Borobudur dan langsung menelpon guru sejarahnya bahwa ia sudah tahu salah satu keajaiban dunia. //

Sejak lulus awal 2012 saya baru berjumpa lagi dengannya akhir 2014. Hanz memperkenalkan istrinya –gadis Solo– yang ia nikai Agustus 2013 lalu. Saat itu ia sudah menggarap proposal tesis, dan saya sempat memberi saran teknis seperti penyajian grafik dan kesalahan ketik. Pembimbingnya adalah Bapak Wahyu Widayat yang terkenal sabar dan telaten. //

Hanz sangat dikenal di MEP, baik oleh dosen, staf maupun mahasiswa. Teman sekelasnya mulai dari angkatan 42 hingga 48. Ia yang paling sering menghadap bagian akademik dan keuangan. Diantara semua anak 43, mungkin Hanz-lah yang paling unik, dan kabar kelulusannya paling membuat penasaran. Sebagai mahasiswa 43, Hanz menyelesaikan masternya persis 5 tahun. Waktu yang wajar untuk orang sesibuk Hanz Malak, keponakan bupati Sorong, Stepanus Malak.

Sabtu, 14 Maret 2015

ÜBERMENSCH

Ia pebisnis, politisi, petualang, pembaca, atlit, game-gadget-otomotif-sport mania, ketua fansclub, motivator, orator, vote-getter, fotografer, dll. 'Ala kulli hal, ia serba bisa. Bisnisnya berangkat dari hobi, mulai layangan, aksesoris, kopi hingga elpiji. Jika orang menawarkan kerjaan padanya, di bidang apapun, hanya ada dua kata: Siap! atau OK! //

Akisah, konon obsesinya keliling dunia dengan kapal pesiar. Maka di Jember ia kuliah hubungan internasional. Rencananya setamat S1 ia masuk pelayaran. Di kampus ia terjebak lingkungan aktivis, jadilah ia demonstran. Namun mimpinya tetap membara, maka ia jaga penampilannya dengan olahraga, tidak merokok, dan ikut kursus perhotelan di Yogyakarta. //

Yang membuatnya rela melupakan kapal pesiar adalah keluarga dan lembaga survey. Ia menikah dengan Duta Lingkungan Banyuwangi di usia yang cukup muda. Di survey politik ia keliling hampir semua kabupaten di Jawa Timur sebelum ia wisuda. Syarat sebagai pengusaha cum petualang ia buktikan dengan sempurna: risk taker. //

Kini mimpinya ia persempit: keliling nusantara. Tahun 2013 dimulailah petualangan itu. Dari Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Kepri hingga Babel ia jelajahi hampir semua provinsi di pulau-pulau itu hanya dalam 2 tahun. Ia tinggal tuntaskan Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, maka sahlah ia menyandang predikat Boy Bolang Anak Semua Pulau. //

Pada setiap kelana, bolehlah ia alpa tugas dan berita, kecuali satu: ngopi di warkop lokal. Saking hobinya ngopi, ia punya merk kopi sendiri. Ia pun berencana menulis buku berjudul Sosiologi Kopi, sebuah buku yang secara judul sudah berkompetisi dengan buku Dewi Lestari, Filosofi Kopi. Ia akan mendeskripsikan (dengan foto dan kata) secara sosiologis-populer tentang tradisi ngopi di tiap kota yang ia singgahi. //

Di usianya yang masih 31 tahun, ia melampaui anakmuda sedaerah dan segenerasinya, baik dalam finansial, pengalaman, perkawanan, modal sosial, maupun popularitas. Di kota asalnya, Situbondo, mungkin butuh 10 tahun lagi untuk lahir putra daerah sepertinya. //

Beberapa tahun silam, saat ia masih ingin menjadi Marcopolo, ketika Jakarta belum memanggilnya, ia memiliki cita-cita yang Raditya Dika pun tak punya: bertani kiwi di New Zealand. Entah darimana idenya. Mungkin terinspirasi namanya sendiri: Zeabond. //

Pamekasan, 15 Maret 2015

Senin, 09 Maret 2015

THOUSAND FRIENDS - ZERO ENEMY

"Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak". Falsafah tersebut menjadi sangat populer setelah diucapkan Prabowo Subianto Juli lalu. Salah satu pengamal prinsip tersebut (yang kebetulan pada Pilpres 2014 juga mendukung Capres #1) adalah teman saya. Dalam hidupnya, sepanjang yang saya tahu, ia tak punya musuh, malah selalu menambah teman. //

Ia pribadi yang santun, luwes dan komunikatif. Tak pernah saya temui ia marah, bahkan dalam kondisi panas-pun. Ia selalu menanggapi dengan kepala dingin dan hati lembut. Namun bukan berarti dengan demikian ia lemah dan tidak punya leadership. Justru gaya kepemimpinannya adalah akomodatif, mengayomi dan pencipta konsensus. Ia meniru gaya idolanya, Akbar Tanjung, yang menyelesaikan masalah dengan tenang dan sopan. //

Bakat kepemimpinannya terasah dan terbukti ketika sedang kuliah S1 di Malang. Ia menjadi ketua organisasi mahasiswa ekstra kampus plus presiden BEM untuk tingkat fakultas, juga uiversitas. Saya tak menduganya akan menjadi "politisi", karena waktu SMA ia penyanyi, sedang semasa SMP dan SD ia atlet. Ia sangat dewasa karena sejak kecil sudah bergabung dengan tetua di desanya, utamanya di remaja masjid. //

 Ia tak pernah gentar pada semua petualangan, baik perjalanan maupun perkawanan. Tahun 1999 saat kelulusan SMA, dia mengajak saya backpacker ke Bali. Sewaktu di Pantai Kuta kami kena musibah, dia tetap tenang, sementara saya gemetaran. Ia menikmati semuanya dengan khidmat seperti tak terjadi apa-apa. Sikap demikian ia warisi dari ayahnya yang pebisnis lintas kota dan pulau. //

Sekarang ia dipercaya oleh temannya (seorang miliarder) untuk menjalankan binis pertanian, dan ia berhasil. Ia mampu karena sebelumnya sudah malang melintang di dunia agro, mulai dari broker, investor, hingga operator (baca: bertani) sendiri, sampai ia tinggal di NTT selama 2 bulan. Trust demikian tak akan didapat jika ia bukan pribadi jujur. Ia dipercaya di bisnis dan organisasi karena track record-nya bersih. Dalam politik, Pemilu lalu ia menjadi manager campaign seorang Caleg DPR-RI. Walau tidak sukses masuk senayan, namun perolehan suaranya signifikan untuk hitungan seorang pendatang baru dengan modal pas-pasan. //

Ia dipercaya oleh senior dan junior, dari keluarga atau teman, bahkan orang asing. Sering ia didaulat menjadi pembawa pesan penting. Ia banyak membuat sukses orang lain. Ia negosiator, pelobi dan deal-maker. Enam bulan terakhir ia dipercaya memegang dana alumni untuk donasi beasiswa. Dalam memandang sesuatu, ia lebih pada sisi substantif daripada teknis. Sering di beberapa kasus, ia melupakan hal kecil, untuk mendapat hal besar. Di sana (saja) menurut saya kekurangannya. Namun Allah Maha Tahu dan Maha Adil. Akhir tahun lalu ia menikah dengan seseorang yang tepat melengkapinya: seorang yang sehari-hari berurusan dengan detail, akurasi dan presisi, baik waktu maupun lokasi. //

Jadilah kini mereka seperti kata Luciano De Crescenzo, "Masing-masing kita adalah malaikat dengan satu sayap. Dan kita dapat terbang hanya jika kita saling berangkulan". Ia dan istrinya akan terbang lebih tinggi, mencari teman lebih banyak lagi. Menjangkau luasnya dunia tak bertepi. //

 Surabaya, 10 Maret 2015

LOMPATAN BESAR ORANG BERILMU

"Man aradad-dunya fa’alaihi bil-‘ilmi. Waman aradal-akhirah fa’alaihi bil-'ilmi. Waman arada-huma fa’alaihi bil-‘ilmi". Banyak bukti hadits tersebut di sekitar saya. Yang paling mengesankan adalah tetangga saya. Ia sekarang sering di Tiongkok untuk proyek pembangunan. Pulang ke Indonesia sekali dalam dua-tiga bulan. //

Ia dari keluarga petani tidak mampu. Sulung dua bersaudara. Adiknya sekarang S1 di UNY. Ia sendiri sarjana teknik UGM. Ia satu-satunya pemuda desa kami yang S1 di UGM, dan kuliah dengan biaya sendiri. Tahun 2013 ia menikah dengan anak dekan salah satu PTN di Yogyakarta. //

Saya akrab dengannya tahun 2006, ketika ia kelas 3 SMA, dan saya masa akhir S1. Ia jadi ketua bidang pendidikan organisasi pemuda desa kami, FPK. Ia senang mengajar junior SMP/MTs atau teman SMA/MA. Menguasai eksakta, ia menang beberapa lomba matematika antar kota. //

Setamat studi dari kota gudeg, ia hijrah ke ibukota. Pada titik itulah ia membuktikan pada keluarga dan tetangga bahwa pendidikan adalah investasi terbaik masa depan. Tahun lalu ia membangun rumah tembok, dua kali lipat, tepat di sebelah, bilik bambu tempat ia besar. //

Kunci suksesnya adalah kombinasi antara taat beribadah, tekun belajar, patuh pada orangtua, hormat pada guru, kerja keras dan sabar/syukur dengan keadaan. Tiap ada kesempatan memotivasi pemuda desa atau keluarga, dialah yang saya jadikan contoh terbaik perjuangan dalam pendidikan. //

Ia terbang jauh, tak terjangkau, baik oleh badan, maupun pikiran kami. Saat ia tugas di Tiongkok pertama kali, ibunya wafat dalam keadaan sangat bahagia, karena anaknya sukses. Orangtuanya tak pernah membayangkan anaknya bekerja di luar negeri, dan menjadi menantu seorang dekan. //

Ilmu membuat lompatan besar pada pemikiran, posisi, status dan rejeki seseorang. Dari tidak tahu ke pintar, dari marginal ke prominen, from zero to hero, dan dari tidak mampu ke kayaraya. Maka benar hadits di atas dan Kalamullah Ayat 11 Surat al-Mujadalah: "Yarfa'illahu al-ladzina amanu minkum walladzina utul-'ilma darajat." //

Pamekasan, 6 Maret 2015

KEDEWASAAN DAN KEMATANGAN DALAM PEMIKIRAN DAN GERAKAN

Perkembangan kepribadian tiap orang berbeda. Ada yang lebih lambat dari umurnya, ada yang bersamaan, dan ada yang lebih cepat. Tipe terbanyak adalah yang kedua. Salah satu dari tipe ketiga adalah teman saya. Kematangan psikologinya melebihi usia biologisnya. // Ia satu almamater dengan saya sejak SMP, SMA hingga universitas. Ketika murid SMP masih merayakan pubertas, ia senang berorganisasi. Saat siswa SMA bermain di wilayah eksistensi, ia sudah di ranah aktualisasi. Saat mahasiswa kampus euforia kebebasan, ia sudah merambah dunia pemikiran dan pergerakan. Ia aktif baik di intra maupun ekstra. // Kedewasaannya tumbuh di, dan ditempa oleh, alam desa yang jauh dari jalan raya. Kedalaman jiwanya sejalan dengan keimanannya. Ia tak hanya pandai orasi, tapi juga mengaji. Intonasinya tepat dan suaranya merdu. Tak hanya lisan, tulisannya juga indah, latin bersambung seperti goresan tangan Bung Karno. Penguasaan ilmunya seiring bakat seninya. Ia pandai mencipta opini, puisi dan kaligrafi. // Satu hal yang sangat saya kagumi adalah tertibnya dalam merencanakan dan menempuh jalan hidup. Ketika lulus kuliah, ia sudah melepas diri dari idealisme-utopis. Ia bergerak pragmatis-realistis: segera bekerja dan menikah. Saya melihatnya disiplin, tertata dan sesuai rencana. // Kini ia menjadi penyuluh di sebuah sekolah tinggi di Jawa Timur, sesuai cita-citanya menjadi pemikir-aktivis. Ia tergila-gila pada gerakan Anies Baswedan: turun tangan, tidak hanya urun angan. Ia bergerak di semua lini: tua-muda, desa-kota, mahasiswa-masyarakat, ide-praktek. // Di usia 35 tahun, ia sudah punya tiga anak. Kini ia sangat bahagia secara finansial, intelektual dan emosional. Namun sesungguhnya apa yang diraihnya kini adalah buah dari kesabarannya menunda kesenangan dan menerima ujian, baik dalam cinta, studi maupun keluarga. Jauh di masa lalunya saat SMP, SMA dan kuliah, ia sebagaimana dilukiskan Joshua L. Liebman: “Maturity is achieved when a person postpones immediate pleasures for long-term values.” // Pamekasan, 2 Maret 2015

BERJIWA SELUAS SAMUDERA

Jika ada yang lulus dua seleksi CPNS di satu waktu, itulah teman saya. Ia sempat bingung memilih, namun akhirnya ikut saran ibunya: menjadi dosen, daripada birokrat. Dalam bahagianya ia juga sedih karena khawatir (dan yakin) posisinya "dijual" oleh oknum berwenang pada yang membutuhkan (dan siap membayar). // Saat ini ia ketua jurusan sebuah PTN di Jawa Timur. Mungkin kajur termuda PTN se-Indonesia. Ia dipercaya para koleganya untuk menjabat karena memang punya leadership kuat, ilmu capable, sikap humble, pribadi honest, pandangan constructive, serta jiwa adaptive dan tolerant. // Bicara skill dan ability tentu tak lepas dari ethic-nya mencari ilmu. Tidak hanya tekun di bidangnya, ia juga terbuka bagi semua ilmu. Ia berguru pada siapapun dan mengaku sebagai murid alam. Ia multidisiplin sebagaimana pandangannya atas agama dan budaya yang plural dan multikultur. Dalam organisasi ia solidarity, consensus, and peace maker. Di keluarga ia tetap anak manis orangtua dan ayah-suami siaga bagi anak-istri. // Ia pelahap segala jenis buku, sehingga wawasannya luas. Baginya tak ada oposisi biner antara wahyu-sains, tradisi-modernitas, syariah-sufisme, barat-timur, utama-alternatif, dsb. Ia menampung semua bak samudera. Tentangnya, saya teringat kalimat Kitab Wulangreh di back cover buku Sejarah Tokoh Bangsa (LKiS, 2005): ” ...den ajembar, den momot lawan, den wengku, den kaya segara: ...menjadi pemimpin haruslah seibarat samudera, berlapang hati, luas, sanggup memuat dan memangku." // Pamekasan, 2 Maret 2015

BISNIS ITU PILIHAN, BELAJAR ADALAH KEWAJIBAN

"Oliver Bierhoff itu lulusan ekonomi" kata teman saya yang selain penggemar sepakbola, juga sarjana ekonomi. Ia pernah bekerja di kontraktor swasta di Jakarta. Kini di Jawa Timur untuk melanjutkan bisnis orangtua, dan membantu bisnis mertua. // Dua tahun di kampung ia merasa sepi. Ia ingin sekali kembali ke habitat lama: kalangan akademik. Maka jadilah ia ambil S2 kampus ternama di Surabaya. Sekarang ia sedang mengerjakan tesis. // Saya kagum ia ambil magister sains sementara menjadi dosen bukan tujuan utamanya. Katanya berada di kampus memberinya tiga manfaat: memperdalam ilmu dengan kuliah dan diskusi, menambah teman baru yang luar biasa, dan menjaga mindset tetap (bahkan lebih) baik. // Baginya bisnis dan pendidikan itu harmonis, walau ilmu yang ditekuni tak berkaitan dengan bisnis yang dijalani. Tidak banyak pebisnis berpikir demikian. Pebisnis lainnya mungkin akan ambil MM, MBA atau ilmu sesuai objek bisnis. Ia ingin kelak menjadi pebisnis yg ruang kerjanya penuh buku apa saja. Mungkin seperti idolanya, Ahmad Dhani, musisi cum pembaca. // Setiap perjumpaan kami selalu hangat dan lama, karena memang seringnya di warkop atau cafe. Perbincangannya membuka wawasan baru saya tentang interaksi sosial, manifestasi iman, visi masadepan, dan tentu, gayahidup perkotaan. // Katanya "Aku biasa mantau bisnis di lapangan sambil laptop-an: setel musik, buka medsos, baca sastra, politik, sejarah, atau agama". Menjadi teman baik orang sebaik dia merupakan kehormatan dan kebahagiaan besar bagi saya. // Pamekasan, 28 Februari 2015

ACCIDENTAL SUCCESS

Teman saya sekarang sedang di Eropa. Sebelumnya ia bekerja di sebuah badan nasional. Sebelumnya lagi di NGO. Ia diterima di NGO tersebut setelah mendapat info dari seorang yang tak dikenalnya (langsung) di sebuah milis grup alumni kampusnya. // Teman saya lainnya pernah dikirim ke Australia oleh kantornya. Ia hijrah ke kota dan bekerja di berbagai lembaga setelah menerima info kerjaan dari temannya melalui email, dimana saat itu ia menganggur lama di desanya di pelosok sana. // Saya dulu bekerja di Jakarta karena info dari seorang teman yang hanya pernah bertemu dengannya tiga kali. Saya menghubunginya karena lama tak jumpa. Sayap bekerja di Surabaya karena diajak seorang senior yang saya kenal di sebuah acara. // Ada istilah "Brilliant invention comes from an accident". Pekerjaan memang bukan barang atau penemuan, tapi kurang lebih maksudnya sama. Jalan hidup kadang berubah dari hal kecil dan tak terduga, atau dari orang yang jarang kita temui, atau bahkan baru kita kenal. // Kuncinya adalah tetap menjaga komunikasi, persahabatan dan silaturahmi pada siapapun, bahkan pada yang memusuhi kita sekalipun. Pesan Rasulullah SAW "Barangsiapa yang ingin dimudahkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung silaturahim (HR Muslim)". // Pamekasan, 27 Februari 2015

EASY LIKE SUNDAY MORNING

Seorang teman pernah bilang: "Ada orang yang mencari pekerjaan. Tapi ada yang sebaliknya, dicari oleh pekerjaan". Awalnya saya ragu atas kalimat ini. Tapi hari ini saya menyaksikannya sendiri. Bahwa memang benar ada jalan yang Allah "Siapkan" bagi orang-orang tertentu. // Kawan saya di Jakarta diterima di lembaga yang sangat bonafid. Padahal saat wawancara ia sudah sampaikan bahwa ia tak dapat masuk kantor sesuai jadwal yang selama ini dikenal ketat di lembaga tersebut. Ia berargumen bahwa status sebagai peneliti (apalagi lapangan) semestinya tidak terlalu dibatasi dengan waktu dan tempat. // Kantor yang awalnya ketat, memberikan dispensasi bagi kawan saya, entah karena memang ada aturan baru demikian, atau mungkin karena kantor tersebut lebih membutuhkan pemikiran (daripada kehadiran) kawan saya. Dan saya lebih yakin pada kemungkinan kedua. // Dulu guru saya sering mengajari doa semacam ini: "Rabbanaa Yassir umuurana walaa Tu'assir" atau "Rabbi Adkhilniy mudkhala sidqin wa Akhrijniy mukhroja sidqin". Kadang jalan (masuk atau keluar) itu susah bagi sebagian orang. Namun bagi sebagian lainnya malah mudah. Saya yakin kawan saya di Jakarta itu pengamal doa-doa di atas. // Pamekasan, 26 Februari 2015

Connecting the Dots

Steve Jobs, pendiri Apple, NeXT dan Pixar, pada tahun 2005 memberi pidato pada wisudawan Stanford. Ia memberi tiga kisah masa lalunya sebagai nasihat pada para sarjana dalam menghadapi masa depan mereka. // Kisah pertama adalah Connecting the Dots. Ia pernah DO dari Reed College. Karena DO, ia mengambil kursus kaligrafi di Reed (tempat terbaik di Amerika untuk kaligrafi). 10 tahun kemudian ketika ia mendesain Macintosh pertama, tampilan kaligrafi menjadi salah satu alasan larisnya Mac di pasar komputer. // Kisah kedua tentang Love and Loss. Ia pernah dipecat dari Apple, perusahaan yang didirikannya sendiri. Lalu ia mendirikan NeXT dan Pixar, yang juga sesuai hobinya, aplikasi komputer. Pixar sukses dengan Toy Story, lalu Apple membeli NeXT, dan Jobs kembali ke Apple. // Kisah ketiga tentang Death. Ia pernah didiagnosa kanker pada 2004, dan diprediksi akan hidup tiga sampai enam bulan ke depan. Karena itu, ia lebih bersemangat hidup, dan melakukan yang terbaik untuk keluarga dan pekerjaannya. // Pesan Jobs atas kisah pertama adalah bahwa hikmah itu ada di belakang, bukan di depan. Apapun yang terjadi di masa lalu akan memberi makna di hari depan. Pesan pada kisah kedua adalah tentang pencarian apa yang dicintai, baik pekerjaan atau keluarga. Tekunilah hobby kita dimanapun, kapanpun kita berada. Pesan kisah ketiga adalah jangan menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tak perlu. Fokuskan pada cita-cita, dan jangan hidup di dunia dan impian orang lain. // Pamekasan, 22 Februari 2015

"Opa": Manusia Ajaib dan Langka

Belajar tak kenal usia dan tempat. Sepanjang hayat kita dituntut belajar, hingga ke negeri seberang. Dari sekian banyak teman yang saya kenal selama kuliah di Jogja, tak ada yang lebih menarik untuk diceritakan melebihi seseorang bernama Tugoro Glamop. Ketika dia mendaftar di UGM usianya sudah 44 tahun, tertua diantara kami se angkatan MEP-43. Dia dari ujung paling timur Indonesia. // Dia mantan camat Distrik Kouh, Kabupaten Boven Digoel. Sebelum tahun 2002, Boven Digoel masuk wilayah Kabupaten Merauke, kabupaten perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Di Digoel, tepatnya di Tanah Merah (ibukota kabupaten Boven Digoel saat ini), Soekarno, Hatta dan beberapa tokoh lainnya pernah ditahan (diasingkan). Demi pendidikan dan karirnya di masa depan, Tugoro meninggalkan tanah kelahirannya pada usia yang sudah tidak muda lagi. Pada tahun 2010, katanya, tercatat hanya dirinya dan satu mahasiswi lain dari Digoel yang mengambil pendidikan master. // Awalnya saya tidak kenal secara pribadi dengan Tugoro. Pada saat matrikulasi kami beda kelas. Ketika matrikulasi selesai, ada beberapa mahasiswa yang dinyatakan tidak lulus, salah satunya Tugoro. Setelah matrikulasi, mahasiswa digabungkan berdasarkan konsentrasi. Saya ambil konsentrasi Pembangunan Daerah (PD). Di situ saya kenal Bondan Santoso, teman sekelas Tugoro waktu matrikulasi, yang juga mantan camat Distrik Catubouw, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Saya bersahabat karib dengan Bondan karena kebetulan dia berdarah Madura. // Bondan termasuk “cluster” senior di antara kami. Entah karena kedewasaan, atau karena sesama camat, Bondan dan Tugoro berteman dekat. Menurut pengakuan Tugoro, Bondan adalah salah satu dari beberapa sahabat terdekatnya di Jogja. Kepada Bondan-lah dia bisa ngobrol sebagai sesama orang dewasa, dan dari hati ke hati. Pada Bondan pula-lah Tugoro menyampaikan segala masalah perkuliahan yang dihadapinya, termasuk masalah pribadi. // Minggu kedua September 2010 (setelah libur akhir trimester dan libur Idul Fitri) harusnya Tugoro masuk kampus untuk (kembali mengulang) matrikulasi. Namun dia tidak di Jogja. Dari informasi, dia mendapat musibah. Istrinya wafat. Berdasarkan adat, maka dia harus berduka di rumah selama sebulan lebih. Dan itu berarti dia akan tertinggal pada minggu (bahkan bulan) awal perkuliahan September. Tugoro memutuskan untuk tetap tinggal di Digoel hingga trimester berikutnya. Namun menurut Bondan, selain karena berduka, ada alasan lain mengapa Tugoro enggan balik ke Jogja. // “Opa itu malas kuliah lagi karena syarat S2 berat sekali. Dia down ketika harus tes TOEFL dan TPA.” kata Bondan suatu hari pada saya. Tugoro biasa dipanggil dengan “Opa”. // Saya berkata dalam hati bahwa jika hanya TOEFL dan TPA yang menjadi beban, maka saya sendiri bisa bantu “mengajarinya”. Saya hanya kasihan dengan semangatnya, dan eman dengan uang yang sudah banyak dihabiskannya. Maka waktu itu saya sampaikan pada Bondan bahwa saya (bersama Bondan dan yang lain tentunya) akan membantunya. Apalagi saya, Bondan dan Opa sama-sama konsentrasi PD. Jadi akan sangat sering interaksi. // Awal 2011 Opa tiba di Jogja. Perkenalan langsung saya dan Opa terjadi di rumah kontrakan Bondan. Tugas pertama saya dan Bondan waktu itu adalah membangkitkan semangatnya. Kami meminta janjinya bahwa jika TOEFL dan TPA nya selesai, dia harus lanjut kuliah, apapun masalah yang dihadapi. Dia menyanggupi. Dan esok paginya, dia menghadap ke akademik MEP bahwa dia ingin melanjutkan kuliah. Akademik menyarankan dia untuk segera memenuhi syarat TOEFL dan TPA terlebih dahulu, baru matrikulasi menyusul. // *** “Baik Bang, saya yakin STOPEL kali ini saya akan lulus. Tugoro gitu loh..” // Itu adalah ungkapan optimis Opa yang tidak pernah bisa saya lupakan. Saya mem-“private”-nya TOEFL. Tes pertama, gagal. Tes kali kedua, seperti yang diucapkannya di atas, dia lulus betul. Saya dan Bondan lega. Satu tugas telah selesai. // Opa tidak ambil pusing dengan istilah tertentu. Walau sudah dibetulkan berkali-kali, tapi toh dia tetap memakai istilahnya sendiri. STOPEL salah satunya. Dia mungkin malas menyebutnya TOEFL. Istilah lain yang dia sebut dengan bahasa sendiri adalah Pak Yamli (untuk Pak Jamli), plesbis (flashdisc), dan polpoin (power point). // Tidak lama setelah sukses TOEFL, dia ikut tes TPA BAPPENAS di FT UGM. Pada tes pertama dia gagal. Dia ikut tes kedua di FPT UGM. // “Biasa Bang. Kayak STOPEL. Pertama kali mencoba gagal, yang kedua pasti sukses!” // Dan ajaibnya dia benar-benar lulus di tes kedua. Nilainyapun di atas rata-rata. Tentang hal ini ada bocoran dari Pak Samsubar Saleh (instruktur TPA dan dosen kami di MEP) yang bisa dijadikan panduan. Dia bilang: // “Soal multiple choice yang baik adalah yang jawabannya terdistribusi merata. Artinya jumlah jawaban A sama banyaknya dengan B, C dan D. Gampangnya, jika kalian bodo-bodo-an atau tutup mata dengan menjawab A saja (B saja, C saja, atau D saja) untuk semua soal, maka minimal kalian akan dapat nilai 25%. Alias betul seperempatnya. Dan soal TOEFL dan TPA umumnya seperti itu. Jadi kalau kalian tidak bisa jawab, saran saya, samakan saja semua, terserah apakah A, B, C, atau D. ” // Opa mengambil saran itu, plus beberapa modifikasi pada beberapa soal yang dia sendiri bisa jawab. Perlu diingat, Opa bagus di tes verbal. “Tabungan” kosakatanya cukup banyak. Dia mengerti banyak istilah bahasa Indonesia. Intinya, hanya dia sendiri dan Tuhan yang tahu bagaimana dia bisa lolos dari lubang superkecil dua “jarum” itu. Setelah lolos dua tes itu, dia kembali mendatangi akademik MEP. Dan kuliahnya pun (kembali) dimulai. // *** // Saya mengistilahkannya sebagai “berdiri di dua kaki”. Opa, selain mengulang matakuliah matrikulasi, dia juga ambil kuliah di trimester 1. Seharusnya tidak bisa demikian. Setiap yang mengulang, ya harus mengulang saja. Opa dapat dispensasi. Saya tidak tahu pertimbangan apa yang diambil oleh MEP. Bisa jadi faktor usia, atau nilai TOEFL dan TPA-nya, atau mungkin karena dia satu-satunya mahasiswa dari Boven Digoel waktu itu. Dia memang termasuk langka di MEP. // Ketika dia kuliah, saya beberapa kali membantunya, terutama membuat powerpoint. Untuk diskusi di kelas, saya tidak perlu membantunya. Dia mantan camat, sudah terbiasa sosialisasi dan komunikasi dengan masyarakat. Dengan bakat dan keahlian komunikasi interpersonalnya, dia beberapa kali mendapatkan nilai di atas kemampuannya. Sebut saja misalnya matakuliah evaluasi proyek yang diampu oleh Pak Ibnu Subiyanto, ekonomi pembangunan oleh Pak Budiono Sri Handoko, dan perencanaan pembangunan oleh Pak Sutatwo Hadiwigeno. Kebetulan ketiga dosen tersebut adalah dosen senior. // Jika ada tugas kelompok untuk matakuliah di atas, Opa berinisiatif sebagai ketua kelompok. Dan hubungannya dengan anggota kelompoknya sangat mutualistis. Opa tinggal membuka diskusi dengan memberikan pengantar, lalu memberikan pokok bahasan pada anggota lain, diskusi, dan terakhir Opa menyimpulkan. Pengalaman Opa dalam pekerjaannya sebagai perencana memudahkannya dalam memberikan beberapa contoh kasus nyata, yang kadang, lucunya, walau tidak terkait langsung dengan materi, mampu disampaikan dengan rasa percaya diri yang tinggi. // “Maklum, sesama orang tua Bang.. Saya dengan Pak Ibnu, Pak Budiono dan Pak Tatwo, langsung nyambung. Hehe..” katanya. // Pada akhirnya, nilai Opa untuk tiga matakuliah ini memang terbukti memuaskan. // *** // Opa menulis tesis dengan topik spesialisasi sektor ekonomi Kabupaten Boven Digoel. Dia berencana mengabdikan karirnya ke depan di pemerintah kabupaten Boven Digoel, tidak lagi sebagai camat. Untuk itu dia ingin memberi kontribusi pemikiran di tempat bekerjanya kelak. Dia memandang bahwa sebagai kabupaten perbatasan, Boven Digoel memiliki potensi untuk maju. Dalam usianya yang baru berdiri 10 tahun, Boven Digoel bisa memacu pembangunan fisik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. // Pembimbing tesis Opa adalah Pak Tri Widodo. Dengan ketelatenan bimbingan dari Pak Tri, Opa mampu merampungkan tesisnya dalam waktu cukup singkat, sekitar 6 bulan. Akhirnya, Senin, 22 oktober 2012 Opa menghadapi ujian tesis. Pengujinya adalah Pak Ahmad Jamli dan Pak Samsubar Saleh. Kedua dosen tersebut dikenal dekat dengan Opa. Ini sebuah keuntungan tersendiri baginya. // Dan siang hari itu Opa menerima keajaiban sekali lagi. Dia dapat nilai A-, nilai yang prestisius untuk tesis. Dan, yang paling penting, tanpa revisi sama sekali. Setahu saya, dari semua teman seangkatan saya, tidak ada yang tidak revisi. Beberapa teman yang dapat nilai A pun masih harus revisi. Ini pasti bukan karena tesis Opa bagus, tapi karena doanya tiap malam yang tiada jemu itu. Katanya, dia selalu bergumul dengan Tuhan. Mungkin juga karena Pak Tri dan kedua dosen penguji ingin membantu Opa atas kerjakerasnya selama ini. // Saya termasuk diantara orang pertama yang mendapat kabar kesuksesan Opa di ujian tersebut. Opa menelpon saya. Dia menangis. Berterimakasih atas dorongan semangat dan bantuan yang saya dan kawan-kawan berikan selama ini. Lantas saya lanjutkan kabar gembira tersebut pada beberapa rekan seperti Bondan, Yayat, Ahmadi dan Sudarto. // Dua nama terakhir di atas tidak kalah banyak perannya dalam meluluskan Opa dari MEP. Pak Ahmadi dan Mas Sudarto, sebagaimana yang dilakukan Bondan, telah memberikan tidak hanya support moral, namun juga financial. Ketika kiriman Opa dari Papua seret, ketiga orang tersebut-lah yang saya tahu paling banyak membantu. // Ketiga orang di atas pula yang merealisasikan mimpi lama Opa untuk “tour de java”. Pada pertengahan 2011, kami bersama-sama wisata sejarah ke makam Pak Harto di Wonogiri, ke makam Gus Dur di Jombang, dan ke makam Bung Karno di Blitar. Dengan terharu Opa mengatakan bahwa dia telah sempurna menjadi rakyat Indonesia yang ziarah ke pusara tiga mantan presiden RI. // *** // Saya, Bondan, dan Pak Ahmadi sejak tahun lalu sudah berencana untuk reuni di Jogja bulan Januari ini. Namun karena kesibukan dan lain hal, kami semua batal. Bagi kami bulan Januari kali ini spesial, karena Opa, dan kawan kami Hafidh Amrullah, akan wisuda. Keduanya istimewa. Jika Opa adalah mahasiswa paling senior di PD, maka Hafidh adalah mahasiswa paling muda. // Hari ini, Selasa 29 Januari 2013, Provinsi Papua melangsungkan pemilukada untuk menentukan gubernur dan wakil gubernur yang baru. Opa seharusnya menggunakan hak suaranya, bahkan mungkin juga harusnya sibuk menjadi panitia pemungutan suara. Tapi dia memilih ke Jogja. Dia menghadiri wisuda magisternya, prosesi pentahbisan dirinya sebagai master ekonomi pembangunan, sebagai manusia baru: sebagai Tugoro Glamop, M.Ec.Dev. // Selamat, Opa! // Pamekasan, 29 Januari 2013

Kamar, Kopiah dan Kaca Pak Natsir

Ketika hampir semua pihak menyalahkan saya dalam sebuah debat, tiba-tiba seorang bapak tua datang mendekati saya. Teman-teman saya -yang tidak tahu siapa bapak itu- pun mempersilahkan saya menyambut dan melayaninya, dan debatpun berakhir. Bapak itu adalah Mohammad Natsir, mantan perdana menteri kelima Republik Indonesia, pendiri-pemimpin Partai Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), pendiri-pemimpin Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) dan pendiri-sekjen Rabithah Alam Islami (World Moslem League). Ia datang pada saya karena sekarang saya menempati kamar yang dulu pernah ditinggalinya. // "Siapa yang menempati kamar ini?" Tanyanya. "Saya, Pak." Jawab saya. "Apa Anda pemiliknya?" "Bukan, Pak. Pemiliknya orang lain." Saya menyebutkan nama sang pemilik. "Sudah lama Anda menyewa kamar ini?" "Sejak dua tahun lalu, Pak. Kebetulan saya kenal baik salah satu keluarga pemilik." // Pak Natsir masuk kamar lalu bertanya tentang kopiahnya. Saya bilang "Mmmm, anu, Pak. Kopiah Bapak sedang ada di rumah saya. Menjelang Pemilu 2014 kemarin saya bawa pulang kopiah itu ke kampung. Kalau ditaruh di sini, saya khawatir hilang. Biar ibu saya menjahit bagian yang rusak. Dan biar ayah saya mencuci dan menyikatnya. Ohya, pada teman Panitia Pemungutan Suara (PPS) di rumah, saya bilang bahwa kopiah tersebut milik mantan Perdana Menteri RI." Pak Natsir tersenyum. Dengan suaranya yang serak dan lembut ia menegur santun "Janganlah begitu. Itu kopiah, bukan topi. Itu identitas, jangan sampai hilang. Apa Anda yakin dimana kopiah itu sekarang?" "Itu dia, Pak. Saya lupa ada di siapa. Beberapa teman di kampung meminjamnya secara bergiliran. Tapi saya pastikan akan ketemu, Pak. Mohon maafkan saya." // Pak Natsir mengangguk, lalu melihat sekitar dan tatapannya berhenti di sebuah kaca cermin. "Anda tidak mencuci kaca ini, ya?" Tanyanya sambil menebak. "Tidak, Pak. Saya tidak tahu cara bersihkan kaca. Takut malah tambah buram." Kata saya. "Begini," Katanya sambil mengangkat kaca itu, "kalau dicuci dengan air biasa memang akan melunturkan bagian pemantulnya. Tapi coba Anda cuci dengan cairan asam (kalau tidak salah dia menyebut HCl dan semacamnya), maka ini akan mengkilap dan fungsi cerminnya akan optimal kembali." "Oh begitu ya, Pak. Baik Pak, akan saya cuci besok." // Ia masih memperhatikan seluruh isi kamar, lalu tersenyum pada saya. Saya perhatikan penuh-penuh penampakannya khasnya: rambut putihnya, kacamatanya, syal putih (dari sorban) di lehernya, serta kopiah hitamnya. Ia pun lantas pergi. // "Bi, ambilin mainan di atas lemari. Bi.. Ambilin Bi.. Aabiii..." Suara Arkan membangunkan saya dari mimpi. Saya tidak langsung menjawab Arkan, tapi masih mengingat-ingat mimpi barusan. Citra Pak Natsir dan pesannya masih melekat di benak saya. Lalu saya bangun, mengambil mainan anak saya, ke kamar mandi, wudhu' dan solat subuh. // *** // Saya mengenal cerita Pak Natsir melalui buku sejarah, biografi, maupun tulisan-tulisannya. Tahun 2006 saya membeli buku kumpulan tulisan Pak Natsir di Kwitang, Jakarta. Judulnya "Agama dan Negara dalam Perspektif Islam" suntingan H. Endang Saifuddin Anshari. Akhir tahun 2008 saya hadiahkan buku itu pada seorang MP (DPR-nya Malaysia) sebagai hadiah persahabatan. Di saat yang bersamaan saya membeli tiga jilid "Capita Selecta" cetakan terbaru, dan langsung saya hadiahkan pada seorang mantan pejabat tinggi Malaysia. Tahun 2010 saya membeli buku "100 tahun Mohammad Natsir: Berdamai dengan Sejarah" di Shopping, Jogjakarta. Lewat buku-buku tersebut saya mengenal karakter, perjuangan, dan pemikiran Pak Natsir. // Pertemanan saya dengan beberapa rekan dari Partai Bulan Bintang (PBB) pada 2008 menambah kekaguman dan rasa hormat saya pada Pak Natsir. Awal 2012 saya menulis makalah tentang "Mohammad Natsir, Anwar Ibrahim, dan Yusril Ihza Mahendra" untuk sebuah acara konferensi di Surabaya, namun makalah tersebut tidak sempat terselesaikan. Bulan Juli 2014 lalu saya diskusi panjang dengan Agus Lenon, salah seorang yang paling berjasa menghubungi kontributor, mengumpulkan tulisan, mewawancarai dan mentranskrip hasil wawancara sebagian besar isi buku "100 tahun Mohammad Natsir: Berdamai dengan Sejarah" tersebut. // Perjuangan, pemikiran dan karakter Pak Natsir tidak perlu saya sampaikan di sini. Terlalu banyak buku yang mengulas tentang sejarah dan teladannya. Namun yang paling membekas adalah kesederhanaannya. Ia mungkin satu-satunya mantan perdana menteri di dunia yang saku kemeja resminya bernoda (karena tinta pena), jasnya bertambal, lama tinggal di rumah kontrakan, dan tidak mewariskan banyak harta pada keluarganya. // *** // Terkait mimpi tadi malam, saya sangat bahagia dan terharu karena mimpinya tentang hal-hal yang melekat pada Pak Natsir, yaitu kamar dan kopiah. Saya yakin bahwa kamar, kopiah dan kaca adalah simbol yang harus dimaknai dengan serius, terutama terkait kehidupan saya saat ini. // Kamar berasosiasi dengan ruang, space, domain, posisi, maqam, pemikiran dan semacamnya. Sebagai pengajar dan pembelajar, saya sering "meminjam ruang" orang lain. Menghormati dan menjaga pemilik kamar tersebut, serta menteladani pemakai kamar sebelumnya tentunya adalah perbuatan mulia -jika tidak malah kewajiban. Meminjam kamar artinya mewarisi, dan mewarisi artinya menjalankan amanah. Diakui atau tidak, saya meminati isu-isu islam, agama, ideologi, pendidikan, dan hubungan internasional, sebagaimana sering ditulis Pak Natsir dalam karya-karyanya. Mungkin ke depan saya harus lebih banyak membaca hal-ihwal di atas untuk menambah wawasan perkembangan dunia kontemporer. // Kopiah identik dengan kehormatan, ilmu, iman, hikmah, identitas dan sejenisnya. Memang kita bisa mengandalkan kehormatan dan nama baik orang lain (misalnya keluarga, kerabat, sahabat atau atasan kita) namun tak baik faedahnya untuk jangka panjang. Kita harus mencari dan memperdalam ilmu, iman dan hikmah kita sendiri demi kehormatan pribadi dan keluarga ke depan. Jangan sampai hilang keempat hal tersebut, karena ia berada di puncak pencarian. Jangan pula menyepelekan apalagi menihilkan hak orang lain atas keempatnya. Itu sama dengan menistakan kehormatan seseorang. Seberapapun ilmu, iman dan hikmah seseorang, tetap harus kita hormati. // Kaca adalah simbol intropeksi diri atau muhasabah dan citra diri atau image, dan yang serupa. Jika perilaku kita sudah jauh dari tanda-tanda iman, mungkin cermin (hati) kita sudah buram. Kondisi bathin kita dapat dilihat dari tampilan dzahir kita. Jika sudah tak bening, saatnya kita membersihkannya. Bukan dengan air biasa tapi, dengan air khusus. Dosa dan kufur tak bisa bersih hanya dengan istighfar, harus disertai 'azzam (niat yang kuat), 'uzlah (mengasingkan diri), khulwah (menyepi), riyadhah (latihan), mujahadah (berjuang) dan taubatan nasuha (taubat sesungguhnya). Menyucikan diri (tazkiyatun nafs) adalah satu-satunya cara memperbaiki lahir-batin kita. // *** // Mohammad Natsir. Siapa sangka tokoh besar itu hadir dalam mimpi saya. Mungkin pesan lainnya adalah agar saya membaca lagi sejarahnya, menuntaskan tulisan tentangnya, dan hidup sebagaimana teladannya. // Saya menunggu mimpi tentang Pak Natsir lagi, sebagaimana saya selalu menunggu mimpi tentang Sutan Sjahrir, Mohammad Hatta, Haji Agus Salim, Soekarno, dan tentunya manusia paling mulia, Muhammad Ibnu Abdullah. // Pamekasan, 26 November 2014

Senin, 19 Januari 2015

Lukisan Setitik

Matanya tajam memandang pada sebuah titik. Enggan melirik, menengok dan beranjak ke kanvas lain/ Perhatiannya hanya untuk sebuah goresan kuas, yang menyentuh lembut di ujungnya saja/ Siapa mengira bahwa sentuhan sang pelukis itu dengan rasa yang memikat penikmatnya/ Begitu indah cukup dengan titik saja, apalagi untuk sebait kata penuh makna/ 190115

Harmoni Hati

Dengarlah tetesan hujan, yang jatuh di penampungan. Indah berirama/ Dengarlah kicauan burung, yang sambut pagi meski mentari tak menyertai. Seperti sajak bermelodi/ Sayang tak banyak yang peduli, sedikit yang memperhatikan. Mereka asik dengan irama hidup masing-masing. Tak mengerti bahwa hidup ini harmoni/ 190115

Rindu Seberang

Kutitipkan rinduku pada sampan. Biarkan ia berlayar ikuti angin samudra/ Lembutnya cinta kan menuntunnya berlabuh. Di dermaga tempat merapat bahtera kasih sayang/ Tak perlu berpesan pada siapa dia kan sampaikan rindu. Ia kan temukan sendiri/ Sekarang atau nanti. Yang pasti rinduku tak pernah mati/ 190115