Selasa, 06 September 2016

Surveyor bernama Yoyok

Agustus 2016 ia ikut survey saya, yaitu survey nasional CSIS tentang persepsi publik atas reshuffle kabinet Jokowi-JK jilid 2. Ia kebagian daerah Banyuwangi. Orangnya petualang. Suka ke daerah mana saja, walau penuh rintangan.

1 September uang honor survey cair. Karena ia tak punya ATM, maka ia harus menunggu saya untuk menyerahkan honornya secara langsung. Saya di Surabaya, sedang ia di Pamekasan. Saya baru tiba di Pamekasan Jumat tengah malam.

Kami baru bisa bertemu Sabtu pagi di rumah orangtua saya, di desa yang sama dengan desanya. Saya seragkan 500 ribu uang honornya. Tak banyak yang kami bicarakan. Hanya canda tentang kapan dia akan nikah. Saya pun menyampaikan rencana saya untuk mengajaknya survey tentang tembakau di Pamekasan. Survey yang saya danai secara pribadi.

Sabtu malam saya terima SMS dari sepupu saya bahwa ia kecelakaan. Puskesmas lokal di kecamatan kami tidak mampu menanganinya, dan harus dibawa ke RSUD Pamekasan. Saya dan istri kaget dan sedih, karena kami, termasuk anak saya, sangat dekat dengannya. Setiap kali survey ia pasti ikut, selama tidak ada bentrokan waktu.

Minggu pagi saya jenguk ke RSUD. Ia dirawat di paviliun Anggrek 7. Saat saya di sana ia masih belum sadar. Masih koma. Tangan dan kakinya bergerak-gerak. Mulutnya menceracau suara tak tentu. Ia seperti mengerat, tapi tidak berbusa atau berliur atau muntah. Matanya setengah terbuka setengah tertutup.

Ibunya dan tunangannya yang setia mendampingi di sisinya ketika ia mengerang dan bergerak. Kasur tempatnya berbaring penuh dengan peluh. Ia tidak pakai baju, hanya sarung penutup bagian bawah tubuhnya. Kaki dan tangannya diikat untuk mengurangi gerakan. Infusnya dipindah dari tangan ke kaki, karena sebelumnya pernah lepas. Dalam kondisi koma, energinya masih kuat untuk bergerak.

Tidak ada luka parah di tubuhnya. Hanya bekas terbentur setir motor di dadanya, dan luka lecet di tangan kirinya. Kata dokter, ia gegar otak sedang. Ada gumpalan darah di bawah kulit kepala, di luar tengkorak. Jadi ia tidak perlu dioperasi, hanya perlu dilukai sedikit di bawah kepala.

Selasa siang tadi saya dapat SMS bahwa ia kritis. Sore hari saya tanya keluarga, katanya sudah membaik seperti kemarin Minggu. Saya berharap ia bisa sembuh, sadar dan kembali hidup normal. Yang penting ia sembuh, dan sadar. Perkara ada beberapa memori yang hilang, itu wajar dari sebuah kejadian gegar otak.

Konon ia kecelakaan karena jatuh menghindar dari orang nyebrang jalan. Tidak ada saksi mata persis kejadian tersebut. Orang yang menemukannya pertama kali sudah melihatnya meringkuk di bawah motornya. Badannya tertindih motornya sendiri. Katanya di sebelah ia jatuh ada balok kayu. Mungkin ia membentur balok kayu tersebut sehingga jatuh.

Selepas maghrib ia pamit ke ibunya untuk ngopi di utara dekat rumah tunangannya. Habis isya' dia janjian mau ke kota Pamekasan untuk beli HP bersama sepupunya. Ia baru akan berangkat ngopi (atau ke rumah tunangannya) ketika kecelakaan itu terjadi. Saya tidak tahu, honornya masih utuh ataukah sudah dibelanjakan sepanjang Sabtu itu. Semoga 500 ribu itu bukan rejeki honor terakhirnya di dunia. Amin.

Surabaya, 7 September 2016


Tidak ada komentar: