Rabu, 06 Desember 2017

Sedikit tentang Transfusi Darah



Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 83 tahun 2014, transfusi darah hanya boleh dilakukan di oleh tiga lembaga, yaitu unit transfusi (UTD) pemerintah, pemerintah daerah, dan Palang Merah Indonesia (PMI). UTD dapat berupa unit pelaksana teknis (UPT) pemerintah atau UTD rumah sakit pemerintah.

Tiga unit di atas bisa melakukan transfusi di lokasi kantor, atau di tempat lain dimana banyak warga berkumpul, misalnya bazaar, taman publik, expo, kampus, konser, car free day, dll. Hari ini saya tercatat melakukan donor darah kali kelima di PMI Kota Surabaya. Sesungguhnya saya sudah donor lebih dari 10x, namun di tempat unit berbeda.

Saya pertama kali donor di PMI Jakarta tahun 2007 di sebuah bazaar. Selanjutnya di UTD RS Sardjito Yogyakarta antara 2011-2012. Lalu antara 2013-2015 di UTD RS Soetomo Surabaya. Sejak 2016 saya rutin donor di PMI Kota Surabaya. Pernah juga di tahun 2016 saya donor di PMI Kab Pamekasan.

Sistem Informasi

Ketika pertama kali donor, kita akan diberi kartu donor oleh unit, berisi data kita, utamanya golongan darah dan resus. Pada donor selanjutnya kartu tersebut harus dibawa, jika tidak maka kita akan diperlakukan sebagai donor baru, dan akan mendapat kartu baru. Beda unit, beda pula kartunya. Data donor hanya disimpan di satu unit, tidak terintegrasi. Disinilah letak kelemahan sistem informasi transfusi darah Indonesia.

Apa dampaknya? Pertama, donor akan dirugikan dalam perhitungan jumlah kali donor. PMI memberi penghargaan donor ke 10x, 25x, 50x dan 100x. Dalam kasus saya misalnya, jika saja sistem informasi transfusi darah Kementerian Kesehatan RI terintegrasi, maka saya bisa dapat penghargaan hari ini (atau pd donor sebelumnya). Karena tiap unit punya data sendiri, maka donor saya di UTD lain tidak dihitung (bahkan donor saya di PMI Kab Pamekasan pun tak bernilai) bagi PMI Kota Surabaya. Memang donor bukan soal ingin mendapat penghargaan, tapi itu bisa menjadi hiburan bagi donor, sebagaimana bingkisan susu, vitamin, bikuit, mie, atau kaos pada tiap kali selesai donor 😉 😊

Kedua, pendonor bisa memalsukan data di unit berbeda. Menurut ilmu kesehatan, donor selanjutnya adalah 75 hari setelah donor saat ini (kalkulasi pembentukan sel darah merah). Saya hanya bisa donor lagi setelah 18 Feb 2018. Tapi andaikata saya mau donor bulan depan saya masih bisa, asal bukan di PMI Kota Surabaya, karena unit lain tidak punya histori donor saya. Memang tidak akan ada donor yang mau membahayakan dirinya dengan donor di bawah 75 hari, tapi andai mendesak, misal karena keluarga membutuhkan darah kita, transfusi akan terjadi. Dampaknya, tentu pada kita sendiri, atau pada pasien penerima darah kita.

Ketiga, biaya teknis yang tinggi, seperti cetak kartu, cek darah dan resus di awal, dll. ini memang remeh temeh, tapi jangan di-sepele-kan, karena cetak kartu terbukti membuat gaduh DPR RI, Kemdagri dan Kemkumham. Kita terbiasa berboros-boros dengan banyak kartu. Mulai ATM, Credit Card, e-money, bahkan kartu pelanggan sebuah minimarket 😢😭

Apa solusinya? Satu saja, integrasi sistem informasi, antar berbagai kementerian. Kemdagri, Kemenkes, Kemenag (untuk menyebut 3 saja) misalnya bisa kerjasama dalam integrasi data. Jadi KTP tidak hanya memuat data sipil demografis kita, tapi juga data (aktivitas) kesehatan kita, pun pula data (kegiatan) keagamaan kita (misal, umroh, haji, ormas dll). Lembaga lain tentu dapat memanfaatkan sistem informasi integratif ini, misalnya KPU (kartu pemilih), kemenkumham (data hukum) kemensos (kartu jaminan sosial), kemenkop UKM (kartu koperasi), KKP (kartu nelayan), kemenkeu (NPWP) dll.

Tapi karena integrasi sistem informasi merupakan kabar buruk bagi banyak badan, kementerian dan lembaga, maka tentu proyek besar ini banyak ditentang. Pengurangan kartu berarti reduksi anggaran, thus eliminasi potensi proyek. Integrasi sistem informasi disukai publik, kecuali pihak-pihak yang dirugikan karenanya, seperti pengemplang pajak, kriminal, pemburu rente kebijakan, dan segelintir pembocor anggaran. Demikian.

Sby, 5 Des 2017

Tidak ada komentar: