Kamis, 09 September 2021

SAMBANG-SAMBUNG (KKN-ALUMNI)




*

Sejak dilepas secara virtual pd 26 Juli lalu, KKN-BBM 64 Unair tlh berjalan 3 minggu, tinggal 1 minggu lagi utk berakhir. Sy mdpt tugas utk mjd dosen pendamping lapangan (DPL) kel 87 yg berlokasi di Desa Brumbun, Kec Wungu, Kab Madiun.
KKN-BBM ini sejatinya bisa dilakukan scr mix antara daring dan luring, meningat masa PPKM ini. Utk kel 87, sy membebaskan mrk mau mix atau full luring. Rupanya adik2 sy ini memilih luring dan lgsg on the spot. Semua tentu atas sepengetahuan LPPM (melalui koordinator 9 DPL kami, drg Yanti), serta para orangtua dari mhswa.
**



SAMBANG
Sedari awal sy sdh sampaikn pd agt kel 87 bhwa sy kelak pasti k lokasi, entah kpn. Rupanya kmrn (Sabtu, 14/08) adl hari tsb. Sy kbtln sdg ada keperluan k arah barat, jd mampir ke Madiun.
Desa Brumbun terletak di tenggara kota Madiun. Jarak 12km, ditempuh kurang lebih 20 menit dg motor. Sy diantar oleh adik sy, Supriyadi Kacong (dosen perikanan UB PSDKU Kediri), anak Pamekasan yg dpt istri org Madiun. Brumbun adl dataran tinggi. Udaranya sejuk, pertaniannya bagus, banyak pondok dan punya kuliner khas, sate-gule kambing muda.
Setiba di rumah basecamp, sy disambut oleh 7 agt kel 87. Mrk adalah Fiorentika (tuan rumah, kel 87 numpang d rmh Fio, Stat), Rizki (Stat), Milda (Jepang), Noval (Stat), Rasyida (Stat), Riko (Jepang), Hilmi (Stat). 3 org lagi termasuk ketua Andreanto (HI), Anastasya (Psiko) dan Hilmi (Psiko) msh di Sby dan akan hadir hr ini (15/08).
Sebanyak 3 dari 4 kegiatan yg diprogramkan, yaitu: english club, pembuatan video profil (budaya dan wisata) desa, dan siaga covid sdh berjalan. hanya 1 yg blm yaitu psikoedukasi yg akan dilaksanakan hari ini (Minggu).
English club disasar utk anak SD-SMP. Kegiatan ini dilaksanakan di basecamp dg bantuan multimedia. Menurut Noval kegiatan ini sukses. Antusiasme siswa meningkat, serta kemampuan english adik2 naik pesat. Model pembelajaran menggunakan kuis, dan speaking pd daily activity.
Siaga covid berupa kegiatan membantu pemerintah desa utk vaksinasi warga. Kel 87 membantu nakes di pendataan peserta vaksin. Fio mengatakan bhwa kegiatan ini diapresiasi tinggi oleh aparat desa krn kel 87 membuat alur proses vaksinasi mjd lbh efektif efisien.
Kegiatan profil desa dibuat dengan kombinasi data primer berupa pemotretan dan pengambilan video langsung serta data dokumenter berupa video acara adat desa dan data2 desa. Kegiatan ini dlm rangka branding Brumbun d dunia maya.
Psikoedukasi ditujukan juga pada siswa SD yg selama ini mengikuti KBM scr daring. Kegiatan ini ditujukan utk memberi fondasi psikologis pd anak yg selama masa pandemi tlh berkurang interaksinya dg sesama tmn sekelas di sekolah.
Sbg DPL, sy sgt surprised dg berjalannya acara kel 87. Mrk jg senang dikunjungi. Sy bawakan mrk oleh2 berupa softdrink, snack, susu, biskuit, mie instan dll.
Sy juga membawakan oleh-oleh utk kepala desa dan tuan rumah, berupa biskuit kecil. Pak Kades berterimakasih atas kunjungan kel 87 di desanya. Desa ini baru dikunjungi Unair kali ini. Kampus negeri lainnya yg pernah adl UTM Bangkalan dan IAIN Tulung Agung. Pak Kades berharap ad laporan visual dan lisan dari tim 87. Tim 87 siap utk hal itu di akhir sesi nanti (20/08).
***



SAMBUNG
Cerita lain dari kunjungan ini adl sebuah silaturahmi almamater. Ketika tiba di rumah Fio, sy melihat stiker lama bertulis IESP UB. Sy sendiri alumni sana. Sy bertanya pd Fio, siapa yg punya stiker itu. Rupanya ayahnya, angk 91, sy sndiri 99.
Pasutri Pak Sigit-Bu Nita akhirnya menemui sy. Rupanya Bu Nita jg alumni FE UB, jurusan Manajemen 91. Awalnya sy mau kulonuwun utk kel 87, jadinya malah bahas kampus kami di Malang. Banyak nama tokoh 91 yg sy kenal dan merupakan tmn Pak Sigit, diantaranya Prof Erani, Prof Khusaini, Pak Nurman, Pak Nanang, Pak Arif, Pak Bahtiar, Bu Nuraini dll.
Sy dan Bu Nita sesama alumni UKM Fordimapelar (Forum Studi Pengembang Penalaran). Sy masukkan Bu Nita d WAG Fordi UB. Teman2nya lgsg japri dan telp. Bu Nita yg sejak lulus tdk pernah kontak dg tmn2nya, hari ini mdpt bnyk telp dr tmn lama. Komunikasi lama tersambung kembali. Salah satu alumni Fordi jg adl Wabup Jombang, Sumrambah. Banyak jg dekan dan pejabat d UB yg alumni Fordi.
Pak Sigit sndiri prnah mjd ketua PSTD (pencak silat tenaga dalam, jk tdk salah). Ketika sy masuk UB 99, UKM PSTD (lebih dikenal sbg KATEDA) sdh tdk ada. Yg ada hanya tapak suci, angsa putih, PSHT dll. Pak Sigit bercerita prnah terlibat dlm kejadian terkenal di 1994, yaitu saat tanding silat, dia dikeroyok oleh murid2 silat lawanya. Kepalanya sore itu dijahit 9. Tapi hebatnya, bsok pagi dia sdh tanding lagi.
Sebelum balik Surabaya sy malah masih diajak makan siang di warung legendaris Brumbun. Menunya sate gule kambing muda. Obrolan kami selama makan banyak sekali, mulai dari rencana putri sulungnya (Fiorentina, kakak kandung Fiorentika) utk S2 Teknik Sipil, ttg pengajian NU, politik lokal, maupun tentang bisnis ayam pedaging.
****
'Ala kulli haal, kedatangan sy ke Brumbun kemarin tdk hanya sambang, tapi juga sambung. Tdk hanya dg anak KKN dan senior sy d UB, tapi jg dgn mantan bos sy (Kasubdit Dirmawa Unair) Pak Eko Siswantoro. Sy bertemu tdk sengaja di warung pecel legendaris kota Madiun.
Sblm ke warung pecel sy sambang-sambung juga 2 senior sy lainnya yaitu Mas Arinto dan Mas Syahbani. Mas Arinto pernah mjd TA di Kemendes PDT pusat, skrg peternak ayam pedaging skala sedang. Mas Syahbani analis kredit Bank Mandiri se Madura, sblmnya d Sby TP, Kandangan dll.
Sy balik Sby pkl 20.00 dg patas Restu Panda. Hanya ada 6 penumpang. Sy lelap tdk lama stlh bis masuk tol. 1,5 jam kemudian tiba-tiba sdh di Bungur. Sy solat isyak dan lanjut pulang ke Madura. Tiba di rmh pkl 02.00. Sy lgsg tidur nyenyak di sofa luar, dan bangun subuh pagi ini.
Hari yg panjang kawan...



NB:
sy ttp patuh prokes 5M. Foto tanpa masker adl foto bebas utk kepentingan dokumentasi pribadi Pamekasan, 15 Agustus 2021

Mas Tomy IMPULSE

 


Saya kenal Mas Gutomo Priyatmono saat jd peserta Sekolah Kritik Ideologi (SKI) Impulse thn 2011. Mas Tomy sbg direktur, pemateri sekaligus fasilitator di beberapa materi. Sy mjd peserta ala kadarnya, bolos d 1-2 materi. Di seleksi awal, dgn kesopanan yg tdk dibuat-buat dan kesantunan jawa tulen Mas Tomy meminta maaf jk Impulse tdk sebesar NGO spt yg sy bayangkan, pdhl bagi sy, Impulse dg kantor di belakang Kanisius itu sdh sangat 'wah'.
Pasca SKI, Mas Tomy mengajak sy editing dua buku karya dosen di Sulawesi yg sedang menyelesaikan doktoralnya di UGM. Buku itu diterbitkan Impulse Pintal dgn lancar. Selanjutnya Mas Tomy memberi kesempatan sy utk menyusun proposal kegiatan ttg civic citizenship. Proposal itu dibahas dgn pakar sosiologi kewarganegaraan tmn Mas Tomy. Lalu sy diajak ikut kegiatan Impulse di Perpus Kota Yogya dll.
Impulse pindah kantor sampai 4x jika tdk salah. Sy pernah berkunjung ke semuanya. Mulai yg di Kanisius, lalu Selokan Mataram (lantai dua sebuah ruko kecil), tak lama kemudian di Jakal, sebuah gang utaranya DD (disini Impulse sdh mengenalkan konsep angkringan). Terakhir saat sdh punya cafe sendiri, Anomie, di Condongcatur.
Dari tipikal ruang yg dipijaknya, Impulse bermetamorfosa dari murni office, lalu quasi bisnis, menjadi public dialectic sphere, dan skrg mjd urban working space. Mas Tomy sadar pentingnya ruang yg representatif utk persemaian ide. Ia memberi suasana yg layak bagi peserta, pemateri maupun pengunjung cafe. Struktur bangun Impulse-Anomie suportif dan menyatu dgn fungsinya sbg locus diskursus.
*
Mas Tomy bagi sy adl intelektual organik. Ia tdk hanya mengajak diskusi tapi juga berbuat nyata. Tdk hanya di kelas, tp lbh bnyk d komunitas epistemis. Saat konsep Anomie angkringan, ia memarakkan gerakan cinta kopi nusantara. Caranya, dgn mengundang siapa sj yg ign diskusi, membawa satu saset kopi instan, lalu ditukar dg segelas kopi tubruk nusantara. Ia memang rugi scr finansial, tapi ia sesungguhnya hanya ign memberi pesan bahwa kopi saset itu bukan kopi murni, dan sebagian besar bahannya adl impor dari Vietnam.
Thn 2018 ia sy undang ke Unair utk diskusi dan bedah bukunya, "Tumbal". Ia tdk hanya penulis yg baik, tp juga pembicara yg ulung, serta kreator kegiatan kreatif. Dari segelintir peserta, semua komentarnya sama, bahwa Mas Tomy runtut dlm menyampaikan persoalan pertanian di Indonesia. Tdk hanya soal aktor, tapi juga sejarah.
Seorang senior berkomentar, Mas Tomy orang hebatt. Seorang lagi bilang bhwa ia memiliki kepercayaan diri luar biasa. Ttg ini sy punya cerita sendiri. Dari sekian topik SKI, salah satunya adl ttg urban consumerism on coffee. Kita tdk diskusi di Impulse, tp d Starbuck Amplaz. Sy iseng tanya bgmn awalnya bisa kerjasama begitu. Staf Impulse cerita bhwa Mas Tomy mampu meyakinkan pihak Starbuck ttg pentingnya sinergi itu. Dan hasilnya, kami semua gratis menikmati kopi original sambil diskusi 3 jam.
*
Jk Impulse lbh banyak melahirkan lulusan "diklat", serta penulis alternatif, maka Anomie membantu lulusnya puluhan sarjan, magister dan doktor. Anomie mjd tempat tdk hanya sekedar ngopi, tapi juga membaca dan belajar. Tdk terhitung kelas yg dibuka di Anomie. Bisa dikata tiap minggu ada. Setiap isu baru dibahas. Jangankan isu Jogja spti film Tilik, isu luar negeripun diangkat.
Mas Tomy dan Anomie membuka sekat-sekat. Baik sekat institusi tempat belajar, sekat keilmuan, maupun sekat latar belakang sosial. Di Impulse kami tdk pernah bertanya kamu siapa-darimana, tapi kita membahas apa dan bagaimana.
Sy tdk tahu bgmn cara Mas Tomy membiayai kelas-kelas tsb. Dalam hitungan sy, tentu sulit utk profit. Tp mgkn itulah intelektual sejati, yg visi utamanya adl persemaian ilmu. Bhwa nanti ad hasil di balik kopi dan biaya kursus, mgkn hanya bonus.
Pernah Mas Tomy cerita bhwa berkah dari kelas kontinyu tiap pekan itu, dia dpt hibah dari Universitas Oregon sekitar 25.000 USD, untuk hanya menyelenggarakn diskusi kritis rutin ttg multikulturalisme dan pluralisme. Bagi sy ini gila. Hibah lainnya tentu tak terhitung, sprti dari Hivos dll.
*
Awal 2019 Mas Tomy meminta sy mengulas isi buku yg akan dia terbitkan. Dia kasih draft beberapa bab, tdk semua. Yang diminta tdk hanya sy, tp juga bbrp kolega dan alumni SKI. Sy menulis agak terlambat, dan tdk fokus ke isi draft, tp pd Impulse itu sendiri, krn bagi sy, perkumpulan ini unik. Tanpa sy duga, tulisan sy terpilih utk menjadi cover belakangnya.
Sjk lulus dari Jogja sy mmg bercita-cita ign membuat serupa Impulse di Surabaya, krn sbg kota besar, fenomena sosial yg bisa dikaji tak kurang-kurang. Sy sdh sampaikan k bbrp rekan sesama alumni UGM, mereka setuju. Tp selalu kendalanya adl soal waktu, visi, ruang dan uang. Menyamakan mimpi tdk hanya soal ilmu, tapi juga tempat yg kontinyu utk bertemu.
*
Siang tadi sy dpt pesan dari Prof Purnawan, bahwa Mas Tomy berpulang. Sy tdk mau percaya hal itu, krn kemarin sy lihat Mas Tomy sdh posting foto di Anomie, stlh ia bbrp minggu di RS. Tp apa daya, sy harus percaya realita. Mas Tomy telah pergi. Sy lanjutkn pesan k bbrp kawan, semua sama kagetnya.
Sy kira kehilangan ini tdk hanya oleh orang-orang terdekat terkasih, teman angkatan dan seperjuangan, tapi juga oleh Jogja dan dunia aktivis intelektual. Mas Tomy begitu luas pergaulannya, dari peneliti kesehatan, pertanian, hingga punk pantura. Selalu setiap kali kami membahas karut marut masalah Indonesia, misal hukum, politik atau ekonomi, ia pasti berkomentar begini: "Ngene iki Mas nek mikir negoromu. Ruwet. Ak sampe kudu diet khusus ben gak stroke."
Mas Tomy sjk sy kenal dulu mmg hati-hati dlm pola makan. Badannya tinggi besar. Ia rajin olah raga. Namun mgkn keseriusannya melakukan kajian kritis, atau membimbing mhsw doktoral (lintas ilmu lintas kampus), membuat pikirannya bnr-bnr terkuras. Konsumsinya benar-benar sehat. Ia telah mencoba, namun maut Kuasa Tuhan jua.
*
Dua bulan lalu sy bongkar-bongkar lemari. Sy nemu buku agenda semasa di Jogja. Disitu ada coretan materi SKI. Slh 1 yg plg berkesan adl materi Ki Wuryadi dari Taman Siswa, serta materi Mas Tomy sndiri, Kritik Ideologi. Sy ingin tunjukkan catatan itu ke Mas Tomy di FB atau WA, tapi selalu urung. Dan skrg sy hanya bisa menyesal krn sdh terlambat.
Andaipun Mas Tomy baca, sy tdk yakin bhwa hal itu berarti baginya. Tp sy yakin itu bisa sekedar membuatnya tersenyum. Ini menjadi pengingat bhwa ia sdh melangkah sejauh dan selama ini. Murid dan alumninya sdk tak terhitung banyaknya.
Coretan2 tersebut menjadi bukti bhwa Mas Tomy, Impulse dan Anomie ada utk menyeriusi masalah sosial. Objek bahasannya bisa jadi hal remeh-temeh, tapi pembahasannya selalu serius. Seserius wajah Mas Tomy saat menulis dan diskusi.
Selamat jalan Mas Tomy, pejuang di jalan sunyi. Pamekasan, 19 Agustus 2021 sumber foto; FB Mas Tommy

"(seperti) PAK MALIK FADJAR"


Ketika kuliah di Universitas Brawijaya (UB) tahun 1999 saya sering mendengar nama besar Abdul Malik Fadjar sebagai rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Tahun 2001 putra Pak Malik, Nurman Setiawan Fadjar masuk sebagai salah satu dosen muda di jurusan saya, Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP). Dari cerita teman yang sering konsultasi ke rumah Mas Nurman, saya tahu bahwa Pak Malik punya tradisi unik di keluarganya, yaitu setiap hari selalu tersedia pisang, kacang dan ubi rebus di meja. Saya kira ini sebuah sikap kesederhanaan dan kemerakyatan (juga visi kesehatan).

Tahun 2005 Pak Malik membuka Rumah Baca Cerdas (RBC). RBC termasuk perpustakaan umum yang dikelola keluarga pertama-tama di Malang. Saya berminat sekali menjadi volunteer di RBC dengan harapan bisa membaca buku, Koran dan akses internet gratis. Bagi mahasiswa tingkat akhir, tidak ada kemewahan melebihi terjebak di rimba referensi. Harapan lain adalah bertemu langsung dengan Pak Malik. Pada akhirnya saya urung mendaftar, dan memilih menjadi guru ngaji privat seorang anak PAUD.
Saya baru bertemu langsung Pak Malik saat September 2006 bekerja sebagai staf riset dan program di The Habibie Center (THC) Jakarta. Pak Malik saat itu (hingga akhir hayatnya) adalah anggota dewan Pembina. Saat berjumpa Pak Malik pertama kali, saya langsung mendekat dan mencium tangannya. Saya sampaikan bahwa saya adalah mahasiswa Mas Nurman. Sejak itu, perbincangan dengan beliau sangat guyub seperti saya adalah mahasiswanya sendiri. Kalau panggil saya, “Di.. Jayadi.. Tolong ya..”, atau “Di.. Anak Madura.. Coba anu..”. Pak Malik tidak pernah manggil saya ke ruangannya. Beliau selalu tiba-tiba berdiri di depan kubik saya.
***
Pak Malik perokok aktif. Jika di THC ada diskusi atau rapat yang agak lama, Pak Malik tidak tahan dan keluar ke lobby luar untuk merokok. Di momen rokokan itu terlihat egalitarian-nya. Ngobrol dengan siapa saja dengan ‘bahasa’ yang sama, mulai dari peneliti, staf, security, resepsionis, kurir, OB, dll. Waktu PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram merokok, ada jokes bahwa di PP ada dua mazhab, yaitu Syafiiyah (Syafii Maarif) yang anti rokok, dan Malikiyah (Malik Fadjar) yang boleh merokok. Saya tidak ingat pasti apa merk rokoknya, yang pasti filter.
Yang paling diingat dari Pak Malik adalah gesturnya. Langkah kakinya yang pelan dan sedikit membungkuk ke depan. Duduknya yang bersandar ke belakang hampir 45 derajat pada kursi saat ada diskusi, sambil merem khidmat mendengarkan paparan. Pak Malik jangkung. Rambut kelabu. Hitam meripat sudah memudar karen sering baca. Kumis dipotong tipis. Suara bariton dan terdengar sedikit serak. Logat jawa sekali.
Sebagai dewan Pembina THC, Pak Malik sering mendapat undangan, baik dari internal THC maupun dari luar. Jika undangan itu belum ke mejanya di lantai 3, biasanya kurir memberikannya ke saya, lalu saya meng-SMS beliau. Saya masih ingat nmr HP nya adalah operator Fren, 0888xxxx. HP-nya Samsung silver. Belum smart phone, walau era itu sudah musim Black Berry. Sepertinya Pak Malik tidak ingin direpotkan dengan HP besar. Baginya, HP hanya untuk telepon atau pesan singkat. Membaca baginya adalah aktivitas manual. Saya tidak tahu kebiasaan membacanya di era android dan tablet.
**
April 2009 saya menikah. Saya menyampaikan undangan ke semua rekan kantor, atasan, dan satu dewan pembina, yaitu Pak Malik. Ketika tahu hal itu, beliau langsung menyalami, mendoakan dan menyangoni saya, dengan cara sangat sederhana, seolah-olah pernikahan itu aktivitas berjalan melewati pintu saja. Tidak perlu dipikir terlalu rumit.
Agustus 2009 saya mendapat 2 tawaran ikut training ke Tiongkok. Tentang industri selama 2 minggu di Shanghai, dan tentang leadership selama 2 bulan di Nanning. Saya minta pendapat Pak Malik. Beliau bilang “Nek awakmu pengen ilmu, ikut yang pertama. Nek pengen jaringan, pilih yang kedua”. Itu memang konsultasi sederhana, tapi saya tahu jawaban Pak Malik akan strategis. Sebagai dosen dan rektor yang sukses, ia tahu yg terbaik untuk ilmu dan jaringan saya. Saya akhirnya memilih yang kedua. Dan Pak Malik benar, peserta training itu hebat-hebat. Salah satunya adalah teman sekamar saya, Asrori S Karni (GATRA), saat ini menjadi staf khusus wapres KH Makruf Amin, bidang komunikasi.
Januari 2010, menjelang akhir masa di Jakarta, saya menyiapkan berkas S2 dan mendaftar Beasiswa Unggulan di Kemdikbud RI. Saya meminta kesediaan Pak Malik, secara pribadi, untuk memberi rekomendasi. Setelah membaca sekilas, beliau langsung tandatangan.
Saya lalu off dari THC pada Februari 2010. Setelah kuliah 3 bulan di UGM, saya mendapat kabar bahwa beasiswa saya tidak lolos, karena salah satu syarat administrasi tidak terpenuhi. Saya menyesali hal tersebut, karena telah merepoti Pak Malik.
Seingat saya, momen tandatangan rekomendasi itulah kali terakhir saya bertemu Pak Malik. Saya tidak pernah berkesempatan lagi bersua dengan beliau, hingga kemarin malam, lebih 10 tahun kemudian, di Surabaya saya membaca berita duka. Saya teringat semua kenangan pada sosok pintar dan baik itu.
*
Semasa di THC, Pak Malik pernah membawa Mas Nurman ke kantor. Pak Malik ke ruangan Pak Ahmad Watik Pratiknya (alm) yang saat itu Direktur Eksekutif THC selama sekitar 30 menit. Saya berbincang dengan Mas Nurman tentang almamater kami UB. Selesai urusan dengan Pak Watik, Pak Malik memanggil Mas Nurman. “Nur.. Kene, Nur. Iki salim nang Pak Watik”. Mereka bertiga lalu terlibat perbincangan akrab keluarga.
Ketika melihat Pak Malik dan Pak Watik, yang bersahabat sejak di Muhammadiyah, saya membayangkan seperti itulah seorang bapak. Saling mengenalkan, mengingatkan, menitipkan, menasehati, dan menyuruh anak menyambung silaturahmi dengan sahabat orang tua. Saat ini saya juga mengajarkan demikian pada anak saya, sebagaimana diteladankan ayah saya, atau oleh Pak Malik dan Pak Watik.
Jika ditanya figur bapak seperti apa idola saya, salah satunya pastilah seperti Pak Malik Fadjar.
Pamekasan, 8 September 2020 sumber gambar: id.wikipedia.org

Minggu, 11 Agustus 2019

Butuh Waktu Sendiri

Setiap orang membutuhkan waktu untuk sendiri.
Entah untuk berbicara dengan dirinya, atau tuhannya.

Setiap orang membutuhkan waktu untuk komtemplasi.
Entah untuk berpikir tentang masa lalu, atau masa depan.

Setiap orang membutuhkan waktu untuk sendiri.
Entah untuk berpikir tentang dirinya, atau tentang orang lain.

Kamis, 01 Agustus 2019

I Stand for AEY


Seorang ketua Ikatan Alumni (IKA) Universitas Brawijaya (UB) harus mampu menjadi simbol dan simpul. Simbol karena ia adalah puncak suatu tatanan (organisasi). Simpul karena ia merupakan pusat sebuah ikatan (komunitas).

Profesor Ahmad Erani Yustika (AEY) adalah simbol akademis-intelektual, yaitu sebagai alumni Jerman dengan karya ilmiah buku, jurnal, dan artikel yang tak terbilang. Ia juga simbol organisatoris-struktural, yaitu pernah menjabat sebagai Direktur Eksekutif INDEF, anggota BSBI, Dirjen PPMD (dan PKP) Kemendes PDT, dan sekarang Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi.

Prof. Erani juga pernah menjadi simpul di beberapa jaringan, sebagai bukti bahwa ia diterima semua kalangan, yaitu sebagai salah satu ketua PPI Jerman, pengurus pusat ISEI, anggota dewan ahli PP ISNU, dewan nasional FITRA, serta moderator debat Capres pada Pilpres 2014.

IKA bukan semata organisasi berorientasi program kerja, tapi juga berbasis konsolidasi. Dengan demikian, IKA tidak cocok untuk pemimpin dengan style one man show. Ia lebih sesuai untuk karakter solidarity maker. Prof. Erani termasuk tipe kedua.

Sewaktu menjadi mahasiswanya di Jurusan IESP pada awal tahun 2000-an, saya merasakan langsung bagaimana cara Prof. Erani mendidik. Ia tidak menyuruh, tapi memberi contoh. Ia juga tidak memerintah, tapi menunjukkan arah. Alhasil, kami tidak hanya menjadi mahasiswa, tapi juga tumbuh sebagai kader dan mitra diskusinya. Prof. Erani membentuk hubungan yang egaliter dan ikatan yang solider.

IKA penuh potensi. Oleh karenanya, IKA harus dapat mewadahi, menyatukan, memunculkan dan menaikkan potensi tersebut. Menjadi ketua IKA harus diniatkan sebagai gerakan komunal, bukan lompatan personal. Kepentingan publik harus diletakkan jauh di atas interes privat.

Dengan jaringan regional-nasional-gobal yang dimilikinya; visi progresif yang integral dalam tulisan, ucapan dan tindakannya; serta kapasitas untuk menampung ide-gagasan, dan kapabilitas untuk mengartikulasikannya, saya yakin bahwa Profesor Ahmad Erani Yustika akan menjadikan IKA UB sebagai organisasi yang tidak hanya kontributif pada alumni dan almamater, dan solutif pada problem masyarakat, tapi juga konstruktif terhadap pembangunan bangsa dan negara ke depan.

"I Stand for You, Mas Prof!"

Akhmad Jayadi
Alumni IESP FE UB '99

Rabu, 31 Juli 2019

Pengalaman (Baru Bisa Dapat) IELTS 6.5

Saya ingin berbagi cerita ttg proses sy mendapat nilai IELTS 6.5. Nilai tsb sebenarnya rendah, dibanding syarat di beberapa kampus di LN yg minta 7. Namun, nilai 6.5 sudah bisa melamar utk S3 di banyak kampus english spoken country, misalnya Australia. Jika nilai anda 6 atau 5.5, tidak apa-apa, asal targetnya adalah negara non english, misal beberapa kampus Asia. Tentu tdk bisa utk Singapura, krn mrk minta 7. Hehe

Baiklah, saya mulai dari cerita sy yg sdh ambil 4x IELTS. Pertama 6.5, thn 2017, tapi listening msh 5.5. Kedua 2018, 6.5 juga, tp writing msh 5.5. Ketiga 2018 akhir, malah parah, 6.0 saja, dg nilai sub test yg semakin amburadul. Yg keempat, alhamdulillah 6.5 dan no band less than 6.0. Utk biaya jangan tanya, karena sekali tes sekitar 2.8-2.9 juta. Untunglah dari 4x tes tsb, 2x dibayari lembaga tempat sy bekerja.

Kembali ke tips and trik. Sebenarnya sama sj dg yg lain, yakni:
1. Kuasai aturan teknisnya. Misal, listening ada aturan bahwa jawaban hanya terdiri atas 2-3 kata/angka
2. Kuasai tipe soal. Misal: listening itu ada map; reading ada T, F, NG; writing ada map, proses, dan grafik, serta writing 2 apakah opini, agree disagree, ataukah comparison
3. Rajin berlatih utk lebih familiar dg soal-soal yg ada sprti tertulis d no 1 dan 2
4. Sering lihat youtube ttg apa itu IELTS dan bagaimana cara menaklukkannya
5. Tenang, sehat dan bugar saat ujian. Ini yg paling penting

Sementara demikian. Sy blm layak membahas tiap sub tes, krn sdh ada jagonya. Google menyediakan semuanya. Semoga sukses teman-teman.



Minggu, 09 Desember 2018

Berdua Saja

Aku rindu saat berdua denganmu saja
dimana ruang dan waktu adalah milik kita
tak ada riuh atau obrolan tak penting lainnya

Aku ingin berdua denganmu saja
dimana kau bisa menagkap seluruhku
tak ada distorsi atas ucap dan tatap

Aku ingin berdua denganmu saja
dimana kesungkanan tak punya tempat
yang ada hanya ketulusan dan kepolosan