Kamis, 09 September 2021

Mas Tomy IMPULSE

 


Saya kenal Mas Gutomo Priyatmono saat jd peserta Sekolah Kritik Ideologi (SKI) Impulse thn 2011. Mas Tomy sbg direktur, pemateri sekaligus fasilitator di beberapa materi. Sy mjd peserta ala kadarnya, bolos d 1-2 materi. Di seleksi awal, dgn kesopanan yg tdk dibuat-buat dan kesantunan jawa tulen Mas Tomy meminta maaf jk Impulse tdk sebesar NGO spt yg sy bayangkan, pdhl bagi sy, Impulse dg kantor di belakang Kanisius itu sdh sangat 'wah'.
Pasca SKI, Mas Tomy mengajak sy editing dua buku karya dosen di Sulawesi yg sedang menyelesaikan doktoralnya di UGM. Buku itu diterbitkan Impulse Pintal dgn lancar. Selanjutnya Mas Tomy memberi kesempatan sy utk menyusun proposal kegiatan ttg civic citizenship. Proposal itu dibahas dgn pakar sosiologi kewarganegaraan tmn Mas Tomy. Lalu sy diajak ikut kegiatan Impulse di Perpus Kota Yogya dll.
Impulse pindah kantor sampai 4x jika tdk salah. Sy pernah berkunjung ke semuanya. Mulai yg di Kanisius, lalu Selokan Mataram (lantai dua sebuah ruko kecil), tak lama kemudian di Jakal, sebuah gang utaranya DD (disini Impulse sdh mengenalkan konsep angkringan). Terakhir saat sdh punya cafe sendiri, Anomie, di Condongcatur.
Dari tipikal ruang yg dipijaknya, Impulse bermetamorfosa dari murni office, lalu quasi bisnis, menjadi public dialectic sphere, dan skrg mjd urban working space. Mas Tomy sadar pentingnya ruang yg representatif utk persemaian ide. Ia memberi suasana yg layak bagi peserta, pemateri maupun pengunjung cafe. Struktur bangun Impulse-Anomie suportif dan menyatu dgn fungsinya sbg locus diskursus.
*
Mas Tomy bagi sy adl intelektual organik. Ia tdk hanya mengajak diskusi tapi juga berbuat nyata. Tdk hanya di kelas, tp lbh bnyk d komunitas epistemis. Saat konsep Anomie angkringan, ia memarakkan gerakan cinta kopi nusantara. Caranya, dgn mengundang siapa sj yg ign diskusi, membawa satu saset kopi instan, lalu ditukar dg segelas kopi tubruk nusantara. Ia memang rugi scr finansial, tapi ia sesungguhnya hanya ign memberi pesan bahwa kopi saset itu bukan kopi murni, dan sebagian besar bahannya adl impor dari Vietnam.
Thn 2018 ia sy undang ke Unair utk diskusi dan bedah bukunya, "Tumbal". Ia tdk hanya penulis yg baik, tp juga pembicara yg ulung, serta kreator kegiatan kreatif. Dari segelintir peserta, semua komentarnya sama, bahwa Mas Tomy runtut dlm menyampaikan persoalan pertanian di Indonesia. Tdk hanya soal aktor, tapi juga sejarah.
Seorang senior berkomentar, Mas Tomy orang hebatt. Seorang lagi bilang bhwa ia memiliki kepercayaan diri luar biasa. Ttg ini sy punya cerita sendiri. Dari sekian topik SKI, salah satunya adl ttg urban consumerism on coffee. Kita tdk diskusi di Impulse, tp d Starbuck Amplaz. Sy iseng tanya bgmn awalnya bisa kerjasama begitu. Staf Impulse cerita bhwa Mas Tomy mampu meyakinkan pihak Starbuck ttg pentingnya sinergi itu. Dan hasilnya, kami semua gratis menikmati kopi original sambil diskusi 3 jam.
*
Jk Impulse lbh banyak melahirkan lulusan "diklat", serta penulis alternatif, maka Anomie membantu lulusnya puluhan sarjan, magister dan doktor. Anomie mjd tempat tdk hanya sekedar ngopi, tapi juga membaca dan belajar. Tdk terhitung kelas yg dibuka di Anomie. Bisa dikata tiap minggu ada. Setiap isu baru dibahas. Jangankan isu Jogja spti film Tilik, isu luar negeripun diangkat.
Mas Tomy dan Anomie membuka sekat-sekat. Baik sekat institusi tempat belajar, sekat keilmuan, maupun sekat latar belakang sosial. Di Impulse kami tdk pernah bertanya kamu siapa-darimana, tapi kita membahas apa dan bagaimana.
Sy tdk tahu bgmn cara Mas Tomy membiayai kelas-kelas tsb. Dalam hitungan sy, tentu sulit utk profit. Tp mgkn itulah intelektual sejati, yg visi utamanya adl persemaian ilmu. Bhwa nanti ad hasil di balik kopi dan biaya kursus, mgkn hanya bonus.
Pernah Mas Tomy cerita bhwa berkah dari kelas kontinyu tiap pekan itu, dia dpt hibah dari Universitas Oregon sekitar 25.000 USD, untuk hanya menyelenggarakn diskusi kritis rutin ttg multikulturalisme dan pluralisme. Bagi sy ini gila. Hibah lainnya tentu tak terhitung, sprti dari Hivos dll.
*
Awal 2019 Mas Tomy meminta sy mengulas isi buku yg akan dia terbitkan. Dia kasih draft beberapa bab, tdk semua. Yang diminta tdk hanya sy, tp juga bbrp kolega dan alumni SKI. Sy menulis agak terlambat, dan tdk fokus ke isi draft, tp pd Impulse itu sendiri, krn bagi sy, perkumpulan ini unik. Tanpa sy duga, tulisan sy terpilih utk menjadi cover belakangnya.
Sjk lulus dari Jogja sy mmg bercita-cita ign membuat serupa Impulse di Surabaya, krn sbg kota besar, fenomena sosial yg bisa dikaji tak kurang-kurang. Sy sdh sampaikan k bbrp rekan sesama alumni UGM, mereka setuju. Tp selalu kendalanya adl soal waktu, visi, ruang dan uang. Menyamakan mimpi tdk hanya soal ilmu, tapi juga tempat yg kontinyu utk bertemu.
*
Siang tadi sy dpt pesan dari Prof Purnawan, bahwa Mas Tomy berpulang. Sy tdk mau percaya hal itu, krn kemarin sy lihat Mas Tomy sdh posting foto di Anomie, stlh ia bbrp minggu di RS. Tp apa daya, sy harus percaya realita. Mas Tomy telah pergi. Sy lanjutkn pesan k bbrp kawan, semua sama kagetnya.
Sy kira kehilangan ini tdk hanya oleh orang-orang terdekat terkasih, teman angkatan dan seperjuangan, tapi juga oleh Jogja dan dunia aktivis intelektual. Mas Tomy begitu luas pergaulannya, dari peneliti kesehatan, pertanian, hingga punk pantura. Selalu setiap kali kami membahas karut marut masalah Indonesia, misal hukum, politik atau ekonomi, ia pasti berkomentar begini: "Ngene iki Mas nek mikir negoromu. Ruwet. Ak sampe kudu diet khusus ben gak stroke."
Mas Tomy sjk sy kenal dulu mmg hati-hati dlm pola makan. Badannya tinggi besar. Ia rajin olah raga. Namun mgkn keseriusannya melakukan kajian kritis, atau membimbing mhsw doktoral (lintas ilmu lintas kampus), membuat pikirannya bnr-bnr terkuras. Konsumsinya benar-benar sehat. Ia telah mencoba, namun maut Kuasa Tuhan jua.
*
Dua bulan lalu sy bongkar-bongkar lemari. Sy nemu buku agenda semasa di Jogja. Disitu ada coretan materi SKI. Slh 1 yg plg berkesan adl materi Ki Wuryadi dari Taman Siswa, serta materi Mas Tomy sndiri, Kritik Ideologi. Sy ingin tunjukkan catatan itu ke Mas Tomy di FB atau WA, tapi selalu urung. Dan skrg sy hanya bisa menyesal krn sdh terlambat.
Andaipun Mas Tomy baca, sy tdk yakin bhwa hal itu berarti baginya. Tp sy yakin itu bisa sekedar membuatnya tersenyum. Ini menjadi pengingat bhwa ia sdh melangkah sejauh dan selama ini. Murid dan alumninya sdk tak terhitung banyaknya.
Coretan2 tersebut menjadi bukti bhwa Mas Tomy, Impulse dan Anomie ada utk menyeriusi masalah sosial. Objek bahasannya bisa jadi hal remeh-temeh, tapi pembahasannya selalu serius. Seserius wajah Mas Tomy saat menulis dan diskusi.
Selamat jalan Mas Tomy, pejuang di jalan sunyi. Pamekasan, 19 Agustus 2021 sumber foto; FB Mas Tommy

Tidak ada komentar: