Kamis, 17 Oktober 2013

Malik

MALIK Saya punya sahabat baik, namanya Malik, asal Jakarta. Dulu juga jadi delegasi ke Jember bersama saya, Fatimah dan Linda. Tahun 2002 Malik jadi ketua Bazar HMJ IESP (selanjutnya Malik jadi ketua HMJ 2002-2004). Di bazaar itu dia kenal mahasiswi baru IESP ’02 bernama Mita, asal Balikpapan. Singkat cerita mereka jadian. Keduanya cocok. Malik orang penyayang, Mita cukup manja. Malik kalem, Mita penuh energi, dll. Malik lulus 2004 dan bekerja di Jakarta. Malik terus meluangkan waktu ke Malang untuk nyambangi Mita atau main ke saya yang waktu itu masih belum lulus. Tanggal 1 Juli 2006 saya lulus S-1. Tepat saat ulangtahun Malik yang ke 25. Malik ada di Malang hari itu untuk merayakan ultahnya dengan Mita, kebetulan Mita ultah akhir Juli. Sore hari itu juga kami makan sebagai syukuran kelulusan saya dan ulangtahun mereka berdua. September 2006 saya wisuda. Mungkin saat wisuda itu saya berjumpa dengan Mita. Saya tidak ingat pasti. Tapi setelah itu saya tidak jumpa dia lagi karena saya langsung ke Jakarta. Mita lulus 2007 dan langsung balik ke Balikpapan. Tahun 2006 ayah Mita ke Jakarta untuk urusan bisnis, dan bertemu ayah Malik. Mereka merestui hubungan kedua anaknya dan berencana meresmikannya dalam ikatan pertunangan. Tahun 2007 Malik sudah mencicil lunas sebuah rumah yang rencananya akan ditempatinya dengan Mita jika kelak menikah. Juli 2007 akan menjadi bulan istimewa bagi saya, Malik dan Mita. Saya akan merayakan setahun kelulusan saya, Malik merayakan ultahnya ke-26 nya, Mita mungkin ultah ke-23 nya. Sebagai sahabat karib, Malik termasuk orang yang paling sering menanyakan saya sudah dapat pacar atau belum. Awal Juli 2007 itu saya sedang pendekatan sama Anita, istri saya yang sekarang. Saya merahasiakan hal itu, dan kelak akan bilang pada Malik langsung jika saya dan Anita jadian. Suatu pagi di minggu pertama bulan Juli 2007 Mita mengantar kakak perempuannya berangkat kerja di Kota Balikpapan. Mita yang nyetir motor. Sepulang mengantar kakaknya Mita mengalami kecelakaan. Dia dirawat di UGD rumah sakit lokal karena koma. Saya intensif menghubungi Malik menanyakan perkembangan Mita. Tapi hasilnya kurang baik. Mita tetap koma selama beberapa hari. Minggu pertama bulan Juli itu juga Anita menerima cinta saya, dan kami menyatakan diri sebagai sepasang kekasih. Saya masih menyimpan berita baik itu pada Malik karena kondisinya sekarang belum tepat. Suatu hari di pertengahan Juli itu Malik menelpon saya. Suaranya pelan. Dia cuma bilang “Mita sudah tiada, Boy. Mohon dimaafkan kesalahan dia selama ini dan didoakan agar dia mendapat tempat yang baik di sisi Allah SWT.” Saya jawab “Iya, Man. Aku juga minta maaf jika pernah salah pada Mita. Kamu harus sabar, Man. Allah menguji iman dan kesabaranmu. Semoga kau dapatkan hikmah di balik peristiwa ini kelak.” Hari itu juga Malik terbang ke Balikpapan untuk hadir ke pemakaman. Saya telpon beberapa sahabat untuk menyampaikan berita duka tentang Mita dan berita baik tentang saya dan Anita. Tapi saya tak lupa minta maaf pada mereka karena di saat Malik mendapat duka, saya malah mendapat bahagia. Sehari setelah pemakaman, saya telpon Malik lagi. Saya sampaikan bahwa saya sudah punya pacar. Saya minta maaf pada dia atas kondisi kontras ini. Dia menyelamati saya. Lalu saya bertanya tentang hari-hari terakhirnya dengan Mita. Sambil terisak dia cerita bahwa Tanggal 1 Juli 2007 Mita telpon mengucapkan selamat ulangtahun, dan bilang bahwa dia telah menyiapkan kado. Malik bilang pada Mita bahwa dia juga telah menyiapkan kado untuk Mita. Rencananya Malik akan memberikannya langsung pada Mita di akhir Juli di Balikpapan, sambil sekaligus melamarnya sebagai tunangan. Mita tak sempat memberikan kadonya pada Malik, sebagaimana juga Malik juga tak sempat memberi Mita kado, bahkan untuk mengucapkan selamat ulangtahun. Saya tidak ingat persis apa kado mereka. Kalau tidak salah, ada yang baju lengan panjang, dan ada yang sprei. Semuanya warna biru, warna favorit Malik. Baju itu tak sempat dipakai Malik. Sprei itu belum sempat menghiasi kamar di rumah baru Malik. Gadis yang direncanakan menempati rumah baru itupun belum sempat melihatnya. Malik menjual rumah itu tak lama setelah Juli 2007. Saya sempat diminta menempatinya daripada tak berpenghuni, karena Malik ditugaskan di luar Jakarta. Saya tidak bersedia karena terlalu jauh dari kantor saya. Orangtua Malik ingin Malik tidak larut dalam sedih. Mereka mempertemukan Malik dengan putri dari sahabat mereka. Tahun 2008 Malik menikah dengan gadis itu, namanya Eti. Resepsinya diberbarengkan dengan adik perempuan Malik, Dewi. Satu altar dua pasangan. Saya hadir di acara itu. Malik dan istrinya dikaruniai seorang anak laki-laki, namanya Elfiko, kini usianya sudah sekitar 4 tahun. Tak ada dari kita yang tahu jalan hidup kita nantinya, bahkan walau kita telah merencakannya dengan seksama. Allah menunjukkan Kuasa-Nya dengan menentukan takdir yang kadang jauh dari keinginan kita. Surabaya, 3 Oktober 2013

Tidak ada komentar: