Jumat, 24 Juli 2009

Suramadu dan Industrialisasi Madura

Sejak awal direncanakan, Suramadu dipersiapkan sebagai langkah awal dan katalisator industrialisasi Madura. Artinya Suramadu sebagai sebuah infrastruktur yang dapat mempercepat industrialisasi tersebut. Konsep pembangunan Madura meniru apa yang telah dikonsep dan dilaksanakan di Batam. Tidak berlebihan jika pada awal masa perdebatan pembangunan jembatan terpanjang di Indonesia ini, beberapa ulama Madura diundang untuk berkunjung dan melihat-pelajari (studi banding) pulau yang telah sukses sebagai pulau industri tersebut.

Namun ada perbedaan yang cukup mendasar antara Madura dengan Batam. Pertama, luas wilayah. Madura lebih besar dari Batam, sehingga dalam pelaksanaan pembangunannya pasti akan berdampak berbeda baik dari segi waktu maupun skala. Kedua, kultur masyarakat. Masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat yang kuat memegang tradisi. Kiyai sebagai kekuatan sentral dalam masyarakat menjadi rujukan utama dalam penyelesaian persoalan. Penundaan pembangunan Suramadu salah satunya karena tidak setujunya pada ulama -yang studi banding ke Batam- untuk melaksanakan pembangunan Suramadu secepatnya.

Perbedaan ketiga adalah kesiapan infrastruktur pembangunan lainnya. Jembatan hanyalah salah satu infrastruktur. Ada banyak infrastruktur lain yang sangat vital untuk disiapkan, misalnya ketersediaan jalan tol -atau paling tidak, jalan yang bagus dan mencukupi- untuk kemudahan lalu lintas mobil-mobil proyek dan pabrik -yang biasanya besar dengan tonase cukup tinggi. Madura, hingga saat ini masih hanya memiliki dua jalan utama, yaitu jalur tengah yang sekarang digunakan bus umum dan kendaraan pribadi yang menghubungkan Bangkalan sampai Sumenep, serta satu jalan lagi di pantura Madura yang biasa dilewati mobil angkutan yang lebih kecil, dengan panjang kurang lebih sama dengan jalur tengah Madura. Kondisi kedua jalan ini sangat tidak layak untuk industrialisasi. Seharusnya yang dibangun terlebih dahulu adalah jalan tol atau jalan utama yang lebih lebar dan kokoh, sehingga lalu lintas kendaraan proyek bisa lancar, tidak perlu berebut jalan seperti yang tampak sekarang.

Keempat, integrasi antar wilayah. Madura hanya terhubungkan secara intensif dengan dua daerah; Surabaya dan daerah Tapal Kuda (Probolinggo, Pasuruan, Bondowoso dan Situbondo). Berbeda dengan yang terhubungkan secara strategis dengan Pekanbaru, Tanjung Pinang, Bintan, Karimun, Singapura dan Malaysia.

Setidaknya, empat perbedaan di atas yang menyebabkan pembangunan di Madura tidak akan secepat dan sehebat di Batam. Belum lagi jika faktor kebijakan pemerintah dalam hal otoritas pengelolaan dan pengembangan Madura secara general. Madura terdiri atas empat kabupaten yang masing-masing memiliki perbedaan kultur hidup (walaupun tidak berbeda secara mencolok); kandungan sumber daya alam; serta kesiapan sumber daya manusia. Jika pemerintah pusat ingin memaksakan industrialisasi Madura, maka harus ada produk hukum yang menjamin otoritas koordinator dan akselerator industrialisasi tersebut. Dan otoritas tersebut harus selaras dan harmonis dengan empat pemerintah daerah setempat.

Industrialisasi tidak hanya harus dilakukan di empat daerah, tapi juga harus berdasarkan kemampuan empat daerah tersebut. Ada spesifikasinya masing-masing. Spesialisasi antar daerah harus dipetakan berdasarkan geografis, ketersediaan SDM dan SDA serta kultur masyarakat setempat.

Pembangunan industri di Madura belum dilakukan. Sebelum terlambat, tidak ada salahnya melakukan kajian yang mendalam atas potensi dan dampak yang akan terjadi. Dialog, diskusi dan kajian harus intensif dilaksanakan secara berseri dan massif. Masyarakat Madura harus dilibatkan secara aspiratif dan responsif. Jika tidak, maka industrialisasi Madura akan menjadikan Masyarakat Madura terpinggirkan.

Jakarta, 24 Juli 2009

Tidak ada komentar: