Senin, 09 Maret 2015

BERJIWA SELUAS SAMUDERA

Jika ada yang lulus dua seleksi CPNS di satu waktu, itulah teman saya. Ia sempat bingung memilih, namun akhirnya ikut saran ibunya: menjadi dosen, daripada birokrat. Dalam bahagianya ia juga sedih karena khawatir (dan yakin) posisinya "dijual" oleh oknum berwenang pada yang membutuhkan (dan siap membayar). // Saat ini ia ketua jurusan sebuah PTN di Jawa Timur. Mungkin kajur termuda PTN se-Indonesia. Ia dipercaya para koleganya untuk menjabat karena memang punya leadership kuat, ilmu capable, sikap humble, pribadi honest, pandangan constructive, serta jiwa adaptive dan tolerant. // Bicara skill dan ability tentu tak lepas dari ethic-nya mencari ilmu. Tidak hanya tekun di bidangnya, ia juga terbuka bagi semua ilmu. Ia berguru pada siapapun dan mengaku sebagai murid alam. Ia multidisiplin sebagaimana pandangannya atas agama dan budaya yang plural dan multikultur. Dalam organisasi ia solidarity, consensus, and peace maker. Di keluarga ia tetap anak manis orangtua dan ayah-suami siaga bagi anak-istri. // Ia pelahap segala jenis buku, sehingga wawasannya luas. Baginya tak ada oposisi biner antara wahyu-sains, tradisi-modernitas, syariah-sufisme, barat-timur, utama-alternatif, dsb. Ia menampung semua bak samudera. Tentangnya, saya teringat kalimat Kitab Wulangreh di back cover buku Sejarah Tokoh Bangsa (LKiS, 2005): ” ...den ajembar, den momot lawan, den wengku, den kaya segara: ...menjadi pemimpin haruslah seibarat samudera, berlapang hati, luas, sanggup memuat dan memangku." // Pamekasan, 2 Maret 2015

Tidak ada komentar: