Senin, 09 Maret 2015

THOUSAND FRIENDS - ZERO ENEMY

"Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak". Falsafah tersebut menjadi sangat populer setelah diucapkan Prabowo Subianto Juli lalu. Salah satu pengamal prinsip tersebut (yang kebetulan pada Pilpres 2014 juga mendukung Capres #1) adalah teman saya. Dalam hidupnya, sepanjang yang saya tahu, ia tak punya musuh, malah selalu menambah teman. //

Ia pribadi yang santun, luwes dan komunikatif. Tak pernah saya temui ia marah, bahkan dalam kondisi panas-pun. Ia selalu menanggapi dengan kepala dingin dan hati lembut. Namun bukan berarti dengan demikian ia lemah dan tidak punya leadership. Justru gaya kepemimpinannya adalah akomodatif, mengayomi dan pencipta konsensus. Ia meniru gaya idolanya, Akbar Tanjung, yang menyelesaikan masalah dengan tenang dan sopan. //

Bakat kepemimpinannya terasah dan terbukti ketika sedang kuliah S1 di Malang. Ia menjadi ketua organisasi mahasiswa ekstra kampus plus presiden BEM untuk tingkat fakultas, juga uiversitas. Saya tak menduganya akan menjadi "politisi", karena waktu SMA ia penyanyi, sedang semasa SMP dan SD ia atlet. Ia sangat dewasa karena sejak kecil sudah bergabung dengan tetua di desanya, utamanya di remaja masjid. //

 Ia tak pernah gentar pada semua petualangan, baik perjalanan maupun perkawanan. Tahun 1999 saat kelulusan SMA, dia mengajak saya backpacker ke Bali. Sewaktu di Pantai Kuta kami kena musibah, dia tetap tenang, sementara saya gemetaran. Ia menikmati semuanya dengan khidmat seperti tak terjadi apa-apa. Sikap demikian ia warisi dari ayahnya yang pebisnis lintas kota dan pulau. //

Sekarang ia dipercaya oleh temannya (seorang miliarder) untuk menjalankan binis pertanian, dan ia berhasil. Ia mampu karena sebelumnya sudah malang melintang di dunia agro, mulai dari broker, investor, hingga operator (baca: bertani) sendiri, sampai ia tinggal di NTT selama 2 bulan. Trust demikian tak akan didapat jika ia bukan pribadi jujur. Ia dipercaya di bisnis dan organisasi karena track record-nya bersih. Dalam politik, Pemilu lalu ia menjadi manager campaign seorang Caleg DPR-RI. Walau tidak sukses masuk senayan, namun perolehan suaranya signifikan untuk hitungan seorang pendatang baru dengan modal pas-pasan. //

Ia dipercaya oleh senior dan junior, dari keluarga atau teman, bahkan orang asing. Sering ia didaulat menjadi pembawa pesan penting. Ia banyak membuat sukses orang lain. Ia negosiator, pelobi dan deal-maker. Enam bulan terakhir ia dipercaya memegang dana alumni untuk donasi beasiswa. Dalam memandang sesuatu, ia lebih pada sisi substantif daripada teknis. Sering di beberapa kasus, ia melupakan hal kecil, untuk mendapat hal besar. Di sana (saja) menurut saya kekurangannya. Namun Allah Maha Tahu dan Maha Adil. Akhir tahun lalu ia menikah dengan seseorang yang tepat melengkapinya: seorang yang sehari-hari berurusan dengan detail, akurasi dan presisi, baik waktu maupun lokasi. //

Jadilah kini mereka seperti kata Luciano De Crescenzo, "Masing-masing kita adalah malaikat dengan satu sayap. Dan kita dapat terbang hanya jika kita saling berangkulan". Ia dan istrinya akan terbang lebih tinggi, mencari teman lebih banyak lagi. Menjangkau luasnya dunia tak bertepi. //

 Surabaya, 10 Maret 2015

Tidak ada komentar: